Sabtu, 17 Agustus 2019

Novel : "Lament Meratapi Kehilangan"



--- Part 41 ---

Ruang berwarna putih itu sangat tenang dan sunyi. Terdapat beberapa peralatan medis disekitar ruang itu.

Kasur yang berisi dengan gadis berambut cokelat terbaring lemah. Wajah cantiknya ditutupi oleh kepucatan dan tabung oksigen. Ada beberapa perban yang berbalut ditubuhnya.

Matanya sudah lama terpenjam. Kini matanya terbuka dengan perlahan-lahan. Kita membuka matanya, dia melihat sekitar.

Tidak ada orang ataupun orang disampingnya. Dia sendirian. Dia hanya tersenyum asam, Seolah itu sudah biasa baginya. Sendirian.

Dia mencabut tabung oksigen. Tubuhnya masih lemas. Perlahan bangun. Dia bersender ke belakang. Melihat jendela disampingnya.

Hujan.

Krek!
Pintu terbuka.

Didapatinya Zio disana dengan wajah terkejut. Terlihat jelas seragam sekolah yang Zio basah. Ditangan Zio memegang setangkai bunga mawar.

"Hai Zio, hujan-hujanan kesini?"

Gadis itu tersenyum menyapa Zio. Senyuman itu terlihat sangat indah. Senyuman yang tidak memaksa. Seolah ada aura kebahagiaan disetiap senyumnya. Hal ini membuat Zio bingung.

"E-ezaah?" Zio menghampiri Ezaah. "Lo udah sadar dari kapan?" Zio menekan tombol yang ada disamping tempat tidur Ezaah.

"Baru kok. Calm down Zio. I'm okay."

Lagi-lagi Ezaah tersenyum sambil berbicara. Ini adalah hal yang sangat langkah bagi Zio. Karena selama ini Ezaah selalu menunjukan wajahnya yang cantik berekspresi datar.

"Tapi Lo harus di check dulu sama dokter Za. Lo gak sadar sampe 3 hari."

"Selama 3 hari, siapa aja yang ngebesuk gue Zio?"

"Ya pasti gue, Viola, Agnes, Edo." Zio berhenti sebentar. Zio berdehem sejenak. "Excel juga dan Kevin."

Ezaah mengerutkan keningnya.

"Ada bapak-bapak gak yang dateng?"

Zio terlihat berpikir sebentar.

"Oh ada. Yang waktu Lo masuk kesini, pas Lo operasi. Katanya dia bokap Lo. Dia juga yang ngebiayain perawatan Lo."

Zio menaruh bunga yang dia bawa ke vas yang ada dimeja samping Ezaah.

Ezaah tersenyum lebar. Zio sangat curiga Ezaah yang murah senyum seperti ini.

"Bokap gue Dateng berapa kali?"

"Hmm mungkin ada 2 kali."

"Oh.. Lo jenguk gue berapa kali Zio?"

"Ehmm ya setiap hari."

Zio agak gugup. Dengan senyum Ezaah memandang Zio yang tidak ada henti-hentinya. Biasanya saat mereka berbicara, pandangan Ezaah selalu ke buku.

"Makasih yah udah ngasih bunganya dan jenguknya."

Kali ini Ezaah tersenyum lebar. Senyumannya sangat cantik. Membuat jantung Zio bergetar.

"Ehmm kita kan temen. gak usah terimakasih. Sekarang kita tunggu dokter aja dulu yah. Gue juga mau telpon bokap Lo."

Ezaah mengangguk dan tersenyum lagi dan lagi. Walaupun ini sangat aneh bagi Zio. Zio tapi senang bisa melihat senyum Ezaah.

Tak lama kemudian, dokter dan suster datang. Zio melangkah keluar. Dokter Memeriksa keadaan Ezaah.

Hanya satu hal yang menganggu hati Zio. Dia takut mental Ezaah terganggu oleh kejadian Paili.



--- Part 42 ---


"Za.. maaf.." Excel berdiri disamping kasur Ezaah. Menatap Ezaah dengan sedih.

"Ini semua salah aku.."

"Excel, ini bukan salah kamu." Ezaah menggenggam tangan Excel. Menatapnya dengan senyum.

"Tapi Za..."

"Aku mohon lupain kejadian ini."

"Ngga bisa gitu aja Za, Paili Udah ngedorong kamu ke jurang. Karena dia ngga rela..." Excel berhenti sebentar. "Kalo aku sayang sama kamu."

Ezaah tersenyum.

"Paili ngga salah. Dia sangat amat sayang sama kamu cel. Dia sampai rela ngelakuin hal apapun untuk mempertahanin kamu." Ezaah mengambil kembali tangannya. Dia menatap lurus dengan kosong. "Aku malah iri sama dia, dia bisa perjuangin kamu sampe kaya gitu. Ngga kaya aku."

"Yang salah bukan Lo berdua. Tapi gue."

Ezaah dan Excel melihat orang pemilik suara itu. Dilihat Kevin yang sedang berdiri di depan pintu.

Kevin pun melangkah masuk menghampiri mereka berdua.

"Ini salah gue yang kerjasama sama Paili. Bahkan ngehancurin hubungan Lo berdua." ekspresi wajah Kevin datar tak tertebak.

"Maksudnya kerjasama?" Excel masih belum tau apa yang terjadi.

"Gue sama Paili 3 tahun lalu kerjasama buat ngehancurin hubungan Lo berdua." Kevin memasukan kedua tangannya ke saku celananya. "Dan orang yang kroyok Lo 3 tahun lalu itu gue."

Excel membelalakan matanya.

"Gue ngelakuim itu sebagai ancaman untuk Ezaah. Biar dia ninggalin Lo dan pacaran sama gur. Dan juga Paili disamping Lo sebagai pengganti Ezaah."

Excel mempertajam arah pandangnya ke Kevin.

"Jadi Lo sama Paili ngerencanain buat ngebunuh Ezaah?!" Suara Excel naik satu oktaf.

"Gak. Kevin gak terlibat dalam rencana ini. Kevin malah ditipu sama Paili." Ezaah mengusap lengan Excel. Berusaha agar cowok ini tetap tenang. "Paili bilang ke kevin mau minta maaf ke gue. Tapi malah dia mau ngebunuh gua."

Ezaah melirik Kevin dengan senyum. "Bahkan dia yang udah nolong gue di jurang."

Senyuman itu membuat Kevin tertegun. Akhirnya selama ini Kevin bisa melihat bibir itu tersenyum indah. Sangat cantik.

Excel menghembuskan nafasnya.

"Sorry yah gue udah nuduh Lo."

"No problem." Kevin menepuk pundah Excel. "Sekarang Ezaah udah lepas dari gue. Sekarang gue balikin dia ke Lo."

Kevin tersenyum. Hatinya sebenarnya terasa sakit. Tapi itu semua dia tahan. Ezaah lebih bahagia dengan Excel.

"Thanks for at all."

Kevin hanya mengangguk.

Kini perhatian Excel ke Ezaah. Senyum Ezaah kini hilang dengan cairan bening lolos dari matanya.

"Maaf..." Ezaah mulai terisak. "Aku selama ini terus meratapi tentang kamu cel. hati aku terus bertanya apakah tindakan yang aku ambil udah benar? Apakah kamu bahagia?" Excel langsung memeluk gadis yang sangat dicintainya itu.

"Aku bahkan bersikap dingin ke semua orang. Aku menjauhi yang namanya hubungan. Karena aku takut nyakitin orang lain."

Excel mengusap kepala Ezaah dengan lembut.

"Udah Za. Biarkan itu berlalu. Maaf selama ini aku ngga ngerti kamu. Maaf." Excel mencium ujung kepala Ezaah.

Ezaah melepaskan pelukan Excel. Menghapus air matanya.

"Ya kamu benar. Sekarang waktunya memperbaiki hubungan yang ada." Ezaah tersenyum.

"Jadi kamu mau balik sama aku lagi?"

Ezaah mengangguk senang. Excel kembali memeluk Ezaah. Mereka berdua kembali lagi. Memulai kisah mereka yang baru.

Krek!!

Suara pintu terbuka. Excel dan Ezaah langsung melepaskan pelukannya. Mereka mendapati Edo, Agnes, Viola Dan juga Zio. Menatap mereka berdua serta Kevin.

Mereka semua menghampiri Excel dan Ezaah.

"Cie yang baru balikan." Sindir viola.

"PJ.. eh Salah PB Lo..." Agnes juga ikut menyindir. Edo hanya menggelengkan kepalanya.

"Eh Vio,lo bawa apaan?" Ezaah tersadar melihat Viola yang membawa rantang nasi.

"Oh ini bubur buat Lo Za. Buatan gue sendiri." Viola membuka rantangnya dan menunjukkan pada Ezaah.

"Wih mantep nih. Gue langsung makan yah?"

Viola mengangguk. Viola langsung mengambil sendok. Ketika ingin memberikan suapan ke Ezaah, tangannya ditahan oleh Excel.

"Biar aku aja yah."

"Ah bisaan aja Lo. PB Lo jangan lupa." Viola memberikan bubur serta sendoknya pada Excel. Excel menyuapi Ezaah dengan lembut. Dan Ezaah terlihat senang menerima setiap suapan dari Excel.

"Ah panas nih jomblo.." ledek Viola sambil mengibaskan tangannya.

"Makanya cepetan cari pacar. Keburu tua Lo." Ledek Agnes sambil tertawa geli.

"Kalo sama gue mau?" tiba-tiba Kevin menyambar.

"Mau lah mau. Siapa yang gak mau sama cowok blasteran plus kaya.." Viola tertawa genit.

Viola mendapati tatapan tajam dari Edo.

"Jangan Vin. Dia mah cocoknya sama ketek sapi." Ledek Edo dengan nada dingin.

Mereka asik bergurau. Mereka lupa kehadiran Zio. Wajah Zio penuh dengan kekecewaan. Zio memanas melihat Excel dan Ezaah. Dia sangat tidak tahan.

"Eh gue ke toilet dulu yah." Suara Zio terdengar serak.

Zio langsung pergi dengn langkah cepat meninggalkan mereka.

Mereka semua terdiam. Sadar jika Zio marah.

"Nes, kejar dia. Dia sekarang butuh Lo." Ezaah tersenyum lebar. Agnes mengangguk dan berlari menyusul Zio.

Mereka melanjutkan perbincangan lagi. Kevin melirik arjoli di tangan kirinya. Dia berdehem.

"Maaf gue cabut dulu yah. Sorry gue gak bisa lama-lama."

"Lah lo mau kemana emang?" Viola mengerutkan keningnya.

"Balik ke London."

Mereka sekejab terkejut. Kevin pulang ke London, artinya mereka tidak akan bertemu lagi dengan Kevin.

"Okay, bye" Ezaah memberikan senyuman termanisnya. Seakan menandakan itu adalah senyuman perpisahan.

"Ya bye." Kevin melangkah keluar ruangan.

"Kevin!"

Langkah Kevin terhenti diambang pintu. Dia pun membalikan tubuhnya.

"I hope you'll find your new love and... Thanks"

Kevin hanya membalas ucapan Ezaah dengan anggukan dan senyumannya yang kaku.

Kevin pun bebalik lalu melangkah pergi meninggalkanmereka. Meninggalkan rumah sakit. Meninggalkan Indonesia. Dan juga meninggalkan cintanya.


--- Part 43 ---

Agnes berlari menyelusuri setiap lorong rumah sakit. Matanya memperhatikan dengan jeli setiap orang. Tapi Agnes tidak dapat menemukan Zio didalam rumah sakit. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari Zio di taman rumah sakit.

Benar saja Agnes menemukan Zio sedang duduk dikursi taman sendirian. Menatap kosong air mancur yang ada didepannya.

Dengan gugup Agnes menghampiri Zio. Zio melirik kehadiran Agnes.

"Ternyata emang benar yah. Cinta bisa membuat tembok besar sekuat apapun roboh." ucap Zio yang masih menatap air mancur.

"Tapi cinta bisa membuat tembok besar itu berdiri kokoh."

Agnes duduk disampingnya Zio.

Zio menatap Agnes dengan tersenyum.

"Tapi cinta itu ngga akan pernah bisa gue raih. Sedekat apapun dia, dia masih milik cinta yang jauh."

Agnes sedikit gugup dengan tatapan Zio. Agnes tak berani menatap Zio, dia hanya menatap air mancur.

"Se-sebenarnya ada cinta yang Lo gampang raih. Tapi Lo ngga bisa membuka mata Lo. Lo masih ditutupi oleh mimpi cinta yang tabu."

Zio menatap Agnes. Gadis cantik disampingnya ini membuatnya bingung. Setau Zio Agnes belum pernah jatuh cinta ataupun pacaran.

"Cih, Lo gak tau apa-apa tentang cinta."

Zio bicara dengan nada ketus. Membuat wajah Agnes memerah dan Agnes menatap Zio dengan geram.

"Gue ngga tau apa-apa?! Lo..."

Agnes menghentikan ucapannya. Agnes berusaha mengendalikan emosinya.

Zio menatapnya penuh tanda tanya. "Kenapa Lo?"

"Lo masih ingat kan koran hoax yang Paili sebarin?"

Zio mengangguk.

"Sebenarnya ada satu berita itu yang benar."

Zio langsung menatap dalam Agnes.

"Maksudnya? Berita yang mana?"

Agnes berusaha mengendalikan kegugupannya. Arah pandangan menatap kosong ke depan. Tidak berani menatap Zio.

"Be-berita yang gue su-suk.."

"Suka sama gue?" Zio melanjutkan pembicaraan Agnes.

Membuat Agnes menatapnya. Agnes sedikit gusar, karena perasaannya ternyata mudah sekali ditebak.

Zio mengembuskan napas.

"Gue sekarang paham maksud Lo sekarang. Tapi sorry Nes. Gue ngga bisa bales perasaan Lo."

Ada perasaan nyeri saat Zio mengatakan itu. Tapi ada perasaan lega karena Agnes telah menyatakn perasaannya.

"Gue tau kok. Gue cuma mau ngungkapin aja biar lega." Agnes tersenyum menatap Zio. "Lega banget!"

Zio juga ikut tersenyum.

"Jadi kita sama-sama patah hati yah. Hmm mendingan Kita nonton berdua yuk. Gue yang bayarin deh."

"Kalo Lo ajak gue nonton berdua. Kapan gue move on nya." Agnes tertawa. Zio juga ikut tertawa

"Kita jalan bukan sebagai pasangan, kita jalan sebagai sahabat." Zio tersenyum lebar. Agnes mengangguk setuju.


--- Part 44 ---


Suasana sore hari yang hangat menjadi tegang.

Ezaah dan Excel berdiri dirumah besar. Menunggu satpam keluar. Jantung Ezaah berdetak lebih kencang dari biasanya. Dia sebenarnya sedikit ragu ke sini.

Beberapa saat kemudian, satpam keluar.

"Ayo non, boleh masuk sama tuan dan nyonya. Ohiya itu motornya mau dimasukin gak?"

Satpam berkumis itu sudah bersiap membukakan pintu gerbang.

"Engga usah pak. Makasih."

Tangan Ezaah sangat bergetar. Terlihat jelas wajah Ezaah pucat.

Ketika berjalan memasuki halaman rumah, Excel memegang tangan Ezaah. Menatap Ezaah dengan senyumnya.

Matanya yang hitam pekat saat ini dapat Ezaah lihat jelas. hari ini Excel memakai softlens yang membuat tampan Excel terlihat jelas. Tubuhnya yang tinggi dibalut dengan kemeja hitam panjang yang lengannya lipat dan celana jeans hitam.

Mereka berdua memasuki rumah. Ada 2 asisten rumah tangga yang menyambut mereka.

"Non Ezaah, hari ini gelis pisan." Puji salah satu asisten rumah tangga. Ezaah hanya membalasnya dengan senyuman.

Ezaah hari ini sedikit makeup dan menggunakan deras santai selutut berwarna putih dengan flat shoes berwarna putih. Itu semua berbalut ditubuh Ezaah dengan sempurna.

Tibalah mereka diruang tamu. Ezaah langsung melepaskan genggaman tangan Excel.

Sudah terdapat Ny.Eadignes serta Sarah yang sedang duduk di sofa. Ezaah menatap mereka dengan senyum. Sarah membalas senyuman itu. Sedangkan Ny.Eadignes menatap Ezaah dan Excel dengan sinis.

"Untuk apa kamu kemari lagi? Pake acara bawa cowok segala." Sikap Ny.Eadignes masih sama. Judes dan ketus.

"Saya ingin mengenalkan pacar saya ke papa saya." Suara Ezaah terdengar sangat tenang. Seolah ketakutan yang sejak tadi dibalutnya hilang seketika.

"Kenalin saya Excel Tante, Oma." Excel tersenyum menyapa mereka hangat.

"Silakan duduk." Sarah tersenyum ramah.

Mereka pun duduk.

"Kamu tinggal di mana?" Sarah membuka mulutnya.

"Di perumahan watubela. Deket sekolah."

Sarah meng-oh-kan ucapan Sarah.

"Ayah dan ibu kamu kerja apa?" kali ini Ny.Eadignes membuka suara.

"Ayah dan ibu saya punya usaha di Inggris. Sekarang mereka tinggal disana."

"Usaha apa?"

"Perusahaan brand menegah."

"Umur kamu berapa?"

"18"

Ny.Eadignes menatap geli mereka berdua.

"Cih, anak ingusan pacaran..."

"Mi! Udah biarin aja!"

Tiba-tiba ada kehadiran Edward diantara mereka.

"Ini memalukan!" Suara nenek terdengar sangat lantang.

"Mi, Ara udah dewasa."

"Seterah! Dasar anak jalang!"

Ny.Eadignes pergi meninggalkan mereka semua diruang tamu dengan perasaan kesal.

"Sarah, mending kamu tenangin mami." ucap Edward yang menerima anggukan dari istrinya itu. Sarah pun menyusul ibu mertuanya itu.

Edward pun menghampiri Ezaah dan Excel dengan senyum.

"Maaf yah Ra, Papa telat lagi."

Edward duduk disofa dekat mereka.

"Gapapa pa. Ini Excel pa." Ezaah menatap Excel. "Dia pacar Ara."

"Iya papa udah tau sweety."

Excel dan Ezaah mengangguk.

"Papa udah pasti ngerestuin kalian berdua." Edward tersenyum. "Tapi sorry yah Excel. Om sama Ezaah harus bicara berdua."

"Oh gapapa kok om."

Ezaah dan Edward pergi ke kamar Edward.

"Ada apa pa?"

"Papa mau minta maaf.."

"Udah pa. Harus aku yang minta maaf. Aku udah jadi anak durhaka." Ezaah memotong ucapan Edward.

Seketika Edward memeluk Ezaah. Dia senang bahwa anaknya tidak membenci dirinya.

"Tapi pa, aku boleh minta sesuatu ga?"

"Apa sayang? HP? Laptop? Mobil? Sebut aja."

"Aku mau danau dijalan kencana pa."

"Untuk apa sayang?"

"Ada deh. Boleh yah pa?"

Edward terlihat berpikir. Ezaaah memasang puppy eye. Selama ini Edward mengabaikan Ezaah, biarlah kali ini dia menuruti keinginan anaknya itu.

"Oke deh. Tapi jangan dipake buat pacaran."

Ezaah tertawa geli.

"Ya dikit-dikit mah gapapa kali pa."

Ezaah tertawa. Kali ini tertawa lepas. Membuat hati Edward bergetar. Ezaah kini telah berubah. Edward sangat senang melihat anaknya ini bahagia.

"Oh iya pa, satu lagi." Seketika Ezaah menunjukan wajah serius.

"Apa?"

"Apa kata dokter?"


--- Part 45 ---

"Senyummu adalah Anugerah Tuhan yang terbaik."

-Ziovan-

*************

Semerbak bunga-bunga yang tertanam ditaman sekolah begitu indah. Panas mentari siang hari tidak menganggu suasana menyejukan ini. Ezaah sangat menikmati ini. Duduk sendirian dikursi taman bersama buku-buku.

Saat sedang menikmati waktu bersantainya. Dia menyadari ada kehadiran seseorang dibelakangnya.

"Duduk aja sini Zio"

Ezaah menutup bukunya dan mengalihkan fokusnya ke Zio. Menatap Zio dengan senyum. Zio pun duduk disamping Ezaah.

"Ada apa Zio?"

"Ehmm gue cuma nanya. Apa kabar hubungan Lo sama Excel?"

"Baik kok. Cuma selama seminggu UN ini gue sama dia lagi gak ketemu biar kita fokus belajar." Ezaah berbicara dengan semangat. "Tapi ini kan hari terakhir UN, rencananya kita mau jalan nanti sore."

Zio tersenyum kaku.

"Syukur deh Lo sama dia baik-baik aja." Zio menghembuskan nafasnya. Sambil tersenyum. Senyuman paksaan.

"Thanks."

Ezaah tersenyum lagi. Sekarang Ezaah selalu tersenyum. Itulah favorit Zio. Melihat Ezaah tersenyum.

"Nama Lo berdua juga cocok."

"Nama?"

Ezaah menggaruk kepalanya.

"Nama Lo kalo diambil inisial nya jadi PEA kan?"

Ezaah berpikir sejenak. Tak lama dirinya mengangguk.

"Dalam pelajaran kimia, senyawa PEA berperan besar dalam cinta. Nama panjang Excel, do pamine. Kalo digabungin dopamine. Jadi gue bisa ambil kesimpulan Lo berdua bersatu karena cinta dan akan selalu bahagia."

Zio menatap kosong ke arah depannya.

"Kimia banget. Tapi makasih. Gue harap begitu."

Ezaah tersenyum memandang Zio. Zio mengalihkan pandangannya ke arah lain lagi. Walaupun dirinya sangat suka senyum Ezaah. Tapi dia sadar, senyuman Ezaah tidak bisa dia raih ataupun miliki.

"Gue juga bersyukur Za. Karena Lo udah gunakan karunia indah Tuhan dengan baik."

Ezaah terjebak lagi oleh ambigu Zio. "Karunia apa?"

"Senyum Lo." Zio menatap Ezaah dengan tersenyum. Mata hitam dan mata kecoklatan bertemu disana. Zio menatapnya begitu intens. Ada perasaan hangat mengalir didada Ezaah.

Ezaah langsung membuang arah pandangnya. Wajahnya menjadi memerah.

"Ehmm Zio gue balik duluan yah." Ezaah mengambil tasnya dan bangkit. Tak berani menatap Zio.

Zio menarik tangannya.

"Setidaknya walaupun Lo ngga terima perasaan gue, Lo wajib terima ini."

Zio menyerahkan ke tangan Ezaah plastik kecil. Ezaah menerimanya. Melihat benda yang diberikan Zio.

"Ini bibit bunga kan? Bunga apa?"

"Blue bless"

Ezaah tersenyum lebar. Menatap Zio.

"Thank you so much Zio."

Zio hanya membalasnya dengan anggukan. Zio pun melepaskan genggamannya.

Ezaah pergi meninggalkan Zio dengan riang. Zio tersenyum menatap kepergian Ezaah. Punggung itu. Senyuman itu. Ataupun wajah dingin Ezaah. Dia sangat suka. Tapi sekarang Zio sadar, dia kehilangan itu. Dia harus merelakan Ezaah berlabuh di hati orang lain.


Bersambung ke parrt 46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar