----- Part 19 -----
"Sudah seharusnya kita saling percaya. Karena ngga ada sahabat yang mengkhianati sahabatnya sendiri."
- Pakezaah Eadignes Ara -
***
• Ezaah Prov •
Langit yang cerah sangat pas untuk menghabiskan waktu untuk membaca. Walaupun didalam kelas, rasanya juga masih sama. Kosong. Orang-orang sibuk dengan dunianya sendiri. Sedangkan aku mengalihkan duniaku ke buku-buku.
Agnes tiba-tiba datang menghampiri kursiku dengan nafas yang tidak teratur. Sepertinya dia habis berlari.
"Za, tolongin gue dong."
"Apa?"
Aku mengerutkan dahiku. Tak biasanya Agnes meminta tolong sampai ngos-ngosan.
"Diluar kelas ada kelopak-kelopak bunga yang berantakan sepanjang jalan." Agnes mengatur nafasnya. "Tolong pungutin dong. Gue mau nabung." Lanjutnya sambil memegang perutnya.
"Lah? Kok bisa?"
"Nanti gue ceritain. Cepet Za. Gue mau nabung banget nih."
Dia terlihat makin mengeratkan perutnya. Dia telihat sangat mulas. Karena kasian, aku pun mengangguk. Dia menyerahkan kantung plastik putih kepadaku. Lalu dia pun pergi.
Aku keluar kelas. Agnes benar, ada banyak kelopak bunga mawar merah bertebaran di lorong kelas. Namun seluruh murid tidak ada yang peduli. bahkan menginjak kelopak-kelopak bunga itu. Aku bingung darimana asal nih bunga. Tapi yasudah lah. Nanti juga Agnes kasih tau.
Aku mengambil kelopak bunga yang bertebaran. Tebaran kelopak bunga itu seperti menunjukan sebuah jalan. Tidak terlalu banyak kelopaknya. Jadi aku bisa menyelesaikan nya dengan cepat.
Aku melirik ke depan jalanku, ternyata kelopak-kelopak bunga menebar sampai ke depan taman yang sering aku singgahi. Bukan itu alasan aku terkejut, melainkan taman kecil itu. Sangat berubah. Aku pun nendekati taman itu, melihat keadaan taman.
Taman kecil yang hanya ada pohon, kini terlihat sangat berbeda. Karena disekitar pohon ada beberapa macam bunga-bunga yang tertanam baik. Tadinya hanya ada satu kursi taman hitam kecil yang memajang. kini kursi itu tergantikan posisinya oleh beberapa kursi-kursi putih kecil yang mengelilingi meja bundar putih kecil ditengahnya.
Murid-murid yang biasanya mengabaikan taman kecil ini, sekarang malah ramai mengelilingi taman ini.
Ini sangat tidak lazim menurutku. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa semua orang menatapku?
Tiba-tiba Zio datang dari arah belakang ku. Punggung nya seperti menyembunyikan sesuatu. Ketika dia berada didepan ku, dia langsung berlutut. Ada apa ini sebenarnya?
Murid-murid mulai mencibir. Banyak yang men-cie-kan kami. Aku sangat malu dengan keadaan seperti ini. Menjadi pusat perhatiaan.
"Zio? Ngapain? Cepet bangun." Aku berusaha membangunkan tubuh tinggi Zio.
"Za, please biarin begini. Sebelumnya gue udah pernah bilang kalo gue suka sama Lo. Dan itu serius za."
"Zio JANGAN bahas itu lagi." Batinku.
"Gue adalah cowok yang mikir hanya pake logika. Setiap tindakan, keputusan bahkan hidupku gua landasin dengan logika. Tanpa hati."
"Sampai gue sadar, secara perlahan-lahan hati gue udah mulai bergerak. Itu karena Lo Za." Zio mengeluarkan sebuket bunga mawar merah dari punggungnya.
"Ezaah, Will you be my girlfriend?"
Kata-kata apa itu? Kenapa pikiranku jadi kosong seketika. Kenapa aku tidak menyukai situasi seperti ini. Oh tunggu. Bukannya Agnes suka sama Zio? Kenapa dia malah tadi ngebantu Zio buat nembak aku? Aku harus bicara sama dia.
"Dimana Agnes?"
Zio mengerutkan keningnya, "ma-maksudnya?" Dia terlihat bingung.
"DIMANA AGNES?"
Suaraku sengaja aku besarkan. Akhh! Percuma saja aku tanya dia. Aku pun melangkah pergi. Sialnya, Zio mencekal tanganku.
"Za, lo Udah ngerubah gue jadi lebih baik za. kasih gue kesempatan buat jadi seseorang yang istimewa buat Lo. Please."
Bodoh sekali nih cowok.
"Saya hanya mengerakan hanti Anda. Bukan berarti Anda memberikan hati Anda ke Saya." Aku menarik tanganku.
"Seharusnya Anda pake hati Anda buat peka sama orang yang sayang sama Anda. Jangan sampai merasa Anda terlambat. Karena jika penyesalan itu datang, Anda akan menderita kehilangan."
Aku pun pergi meninggalkan taman. Termasuk Zio dan yang lainnya. Wajah Zio terlihat kebingungan.
Aku mungkin terlihat kejam. Tapi manakah lebih kejam membuat seseorang yang disukai jadian sama sahabatnya sendiri? Merelakan dirinya disakiti?
Itulah perasaan Agnes saat ini.
Aku mencarinya dikelas, nihil lalu aku mencari diperpus, sama nihil juga. Aku mencari dia hampir seluruh sekolah. Aku hampir putus asa. Dia tadi hanya bilang dia mau nabung. Et tunggu? Nabung? Toilet! Hanya toilet saja yang belum aku cek.
Akhirnya aku mencarinya di toilet. Pokoknya aku harus menemukannya. Pasti dia ada di toilet!
Aku memasuki toilet. Ada beberapa orang yang sedang dandan atau hanya sekedar bercermin. Aku melihat satu persatu org yang ada didalam toilet. Tidak ada Agnes. Tapi ada satu pintu toilet tertutup. Itu pasti Agnes!
"Nes! Kamu didalem kan? Ayo keluar nes! Kita harus bicara."
Aku bisa mendengar suara Isak tangis dari toilet. Aku mengetuk pintunya.
"Nes, ayo keluar. Aku tau pasti kamu ngerasa sakit banget kan? Aku ngerti perasaan kamu."
Agnes masih tidak bergeming. Cewek-cewek yang ada di toilet terheran-heran melihat diriku. Tapi aku tidak peduli. Aku terus mengedor-gedor pintu toilet.
"Nes please. Ayo kita ngobrol. Kita cari jalan keluarnya nes." Masih tidakada suara. Aku ngga akan nyerah.
"Kita sahabat kan? Sudah seharusnya kita saling percaya. Karena ngga ada sahabat yang mengkhianati sahabatnya sendiri."
Crekk pintu toilet terbuka. Benar. Agnes disana dengan wajah yang bergelimang air mata. Aku pun langsung memeluknya.
"Maaf nes. Tapi aku bener-bener ngga ada niatan buat nyakitin kamu."
"Ngga za, gue yang Udah nyakitin Lo. Gue ngga percaya sama sahabat gue sendiri. Seharusnya gue ikut seneng Lo bisa bahagia sama Zio. Tapi gue malah nangis begini."
Aku pun melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Agnes.
"Nes kamu ngomong apa sih? Kenapa kamu bisa berpikir aku suka sama Zio?"
"Kemarin gue liat Lo berdua di toko buku..."
"Maksud kamu Zio yang ngusap pipi aku terus bilang dia suka aku?" Ucap ku dibalas anggukan oleh Agnes.
"Aku suka Zio sebagai teman nes. Ngga Lebih." Aku tersenyum lembut.
"Ja-jadi Lo tadi tolak dia?" Aku mengangguk tersenyum.
"Iyalah nes, kalo aku terima dia, sama aja aku maksain diri buat sayang sama dia, padahal aku masih sayang sama..." Aku terdiam sejenak. Aku kebanyakan berbicara. Gawat.
"Sama siapa za?"
"Lain kali yah. Sekarang kamu cuci muka dan tersenyum kembali okay." Aku mengusap kepala Agnes dengan lembut.
"Tugas kamu sekarang adalah kamu harus berjuang merakit hati Zio yang hancur karena aku. Buat dia yakin kalo kamu adalah yang terbaik buat dia."
"Jadi Agnes sukanya sama Zio, bukan sama Edo?"
Terdengar suara yang sangat aku kenal. Aku dan Agnes pun melihat. Ternyata Viola.
"Emang kamu ngga tau?" Tanyaku heran. Aku aja bisa tau tanpa diberitahu, kenapa Viola ngga bisa tau yah?
"Nggak hehe." Dia tertawa
"Makanya jangan lemot." Sambar agnes.
Viola hanya cengar-cengir.
Agnes membasuh wajahnya. Aku senang Agnes bisa mengakhiri kesalahpahaman ini. aku juga merasa bersalah sudah menyakiti Zio. Tapi kejujuran adalah penting.
--- Part 20 ----
Bel sekolah berbunyi. Menandakan sekolah sudah usay. Dan itu juga sebagai tanda bahwa pelajaran yang menguras otak, matematika yang berlangsung dikelas XII IPA 1 berakhir. Murid-murid bersorak ria dan mulai bergegas pulang.
Ketika siswa-siswi bubar, ada keributan di gerbang sekolah. Yang membuat macet sesaat.
"Dasar wanita jalang! Udah ngerebut hati Excel, sekarang Lo hancurin hubungan gue sama dia! Cewek kaya Lo itu harusnya mati!"
Paili menjabak rambut Ezaah. Terlihat Ezaah sangat kesakitan oleh jambakan Paili.
"Lepasin! Saya Bukan jalang!" Ezaah memberontak. Jambakan Paili. Tapi jambakan Paili sangat kencang. Sulit untuk Ezaah Lepaskan.
Orang-orang yang melihat keributan ini langsung berusaha menghentikan mereka berdua. Termasuk Edo dan Viola.
Berkat guru-guru yang ikut menghentikan mereka berdua membuat jambakan Paili terlepaskan. Beberapa guru pria memeganggi tangan Paili. Sedangkan Ezaah ditarik oleh Edo.
"Kalian berdua kenapa ribut begini?!" tanya seorang guru wanita yang ada didekat Paili.
"Kalian ini kan pelajar. Malu dong!" sahut guru lain. Sedangakan Ezaah terdiam. Dia juga masih bingung dengan maksud dari Paili. Paili menatap tajam Ezaah. Terlihat dengan jelas wajah Paili yang memerah. Dia sangat marah.
"Gue ngga akan diem aja! Gue bikin hancur hidup Lo! Sampai Lo memohon meminta kematian!" Ucap Paili langsung pergi dengan mobil berwarna abu-abunya. Dia tidak memperdulikan orang-orang dikerumunan maulpun guru-guru.
Ezaah hanya terdiam. Dia tidak merespon apapun. Tidak menangis ataupun tertawa. Tidak menjawab pertanyaan orang-orang maupun guru. Tidak ada yang bergeming.
"Za, lo gapapa? Kenapa si Paili sampai dateng ngelabrak Lo?" Tanya Edo.
Ezaah terlihat pucat. Tidak ada jawaban dari Ezaah. Dia langsung melangkah pergi tak menghiraukan kerumunan ataupun Edo dan Agnes.
"Zaa Lo mau kemana?" Edo ingin mengejar Ezaah. Tapi ditahan oleh Viola.
"Udah kasih dia waktu do. Mungkin dia lagi masih kaget."
Viola menenangkan Edo. Meski dalam hatinya Viola juga khawatir dengan keadaan Ezaah. Tapi ini adalah keputusan terbaik.
"Semua orang butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Terkadang ada beberapa hal yang kita nggak bisa bantu." Lanjut Viola.
Edo hanya mengangguk mengerti. Tapi pikirannya masih memiliki segudang pertanyaan. "Ada apa dengan Paili?" "Kenapa Paili terlihat sangat marah?" "kenapa Ezaah lagi?"
Kerumunan orang pun bubar. Kemacetan pun sudah menjadi lancar.
"Kita harus ketemu Zio."
Edo memakai helmnya dan menaiki motor besarnya. Viola mengerutkan keningnya. Tidak mengerti maksud dari Edo.
"Emang apa hubungannya dengan Zio do?"
"Ntar gue jelasin pas ketemu Zio. Masih jam 3. Lo gapapa kan kalo ikut?"
DEG! Viola sebelumnya belum pernah dibonceng oleh Edo. Jika dibonceng, maka mengharuskan Viola untuk dekat dengan tubuh tinggi edo. Viola sedikit gugup. Viola hanya mengangguk dan naik.
"Kenapa Edo khawatir banget sama Ezaah? Apa jangan-jangan dia juga suka sama Ezaah?" Viola langsung menangkis semua kekhawatiran itu. Walaupun perasaan pedih pun seketika menjalari hati Viola.
---- Part 21 -----
Viola Dan Edo sampai dirumah berwarna putih yang besar. Gerbang itu terbuka ketika pak satpam melihat Edo yang datang.
"Ini rumah Zio? Gede banget?"
Viola terkagum melihat sekeliling perkarangan rumah Zio. Edo hanya meng-iya-kan dan langsung memarkirkan motornya.
Edo bergegas mengetuk pintu rumah Zio. Viola mengekori Edo dari belakang. Pintu itu terbuka dan tertampak Zio yang masih menggunakan seragam sekolah.
"Ada apa?"
Zio terlihat heran karena kehadiran Edo dan Viola secara mendadak.
"Ini tentang Ezaah."
Ekspresi wajah Zio berubah seketika menjadi pucat.
"Kenapa Ezaah?"
"Mending kita masuk dulu deh. Kaki gue keram berdiri disini."
Zio mempersilakan Edo dan Viola masuk. Mereka duduk dikursi ruang tamu.
"Lo mending ambil laptop dulu."
Perintah Edo pada Zio. Zio pun mengangguk dan ke lantai atas.
Viola masih bingung dengan situasi ini.
"Emangnya masalahnya serius yah?"
"Sangat serius bapao!" Edo mencubit pipi Viola dengan gemas. "Kita harus cari tau tentang apa yang terjadi." Lanjutnya.
Viola menciutkan bibirnya. Pipinya memerah. Entah karena cubitan atau malu. Tapi ada perasaan suka ketika Edo mencubit pipinya.
Tak lama, Zio kembali membawa laptop dan beberapa minuman kaleng. Zio langsung memberikan laptopnya ke Edo. Zio juga menawarkan minuman pada Viola Dan Edo.
Edo sibuk dengan laptop. Viola yang penasaran, melirik ke layar laptop.
Viola semakin bingung ketika melihat Edo yang sedang mengakses Facebook.
"Lo kok malah buka Facebook? Katanya mau ngobrol tentang Ezaah kan?"
"Dia belum tau yah?" Tanya Zio yang juga bingung oleh kebingungan Viola.
Edo hanya menggelengkan kepalanya.
"Lo berdua makanya JELASIN."
Hal ini membuat Viola kesal. Karena hanya dialah satu-satunya yang tidak mengerti apa yang terjadi.
"Sebelumnya, Lo harus liat ini."
Edo menunjukkan layar laptop. Ada Facebook yang mengatasnamakan Pakeezah Eadignes Ara. Bukan itu saja, foto-foto nya juga Ezaah.
"Itu akun Facebook Ezaah?"
Viola ragu, karena setau dia Ezaah adalah tipe orang yang menjauhi media sosial. Apalagi Ezaah tidak punya ponsel, membuat Viola ragu.
"Iya ini punya Ezaah. Tapi sekarang ngga pernah dia buka. Status hubungannya selalu berganti-ganti pacar."
Jelas edo yang sukses membuat mata Viola melotot.
"Bisa dibilang, dulu dia playgirl." Lanjut Edo.
"Ta-tapi sekarang pasti ngga kan?"
"Belum tentu. Apalagi pas kejadian Paili tadi."
Ucapan Edo barusan membuat pertanyaan dikepala Zio.
"Kejadian? Emang ada kejadian apa?"
"Makanya pulang jangan buru-buru."
Zio hanya meng-iya-kan Edo.
"Tadi pas digerbang Ezaah dilabrak sama Paili. Dia bilang Ezaah yang buat hubungan Paili dan pacarnya hancur. Dan dia ngancem mau hancurin hidup Ezaah."
"Tapi tadi dia gapapa kan?"
"Iya gapapa, cuma dijengut doang. Tapi gue yakin sakit nya bisa 3 hari." Viola berbicara sambil mengelus kepalanya sendiri.
"Dan sekarang kita harus mencari tau kebenarannya. Untuk itu kita perlu cari tau masa lalu Ezaah. Karena itu berhubungan." Ucap Edo.
"Kita tanya Ezaah langsung aja."Pendapat Viola.
"Ngga segampang itu. Ezaah orangnya benar-benar tertutup." Balas Zio.
"Terus kita harus gimana dong?" Viola bingung.
Edo dan Zio hanya menggelengkan kepala. Tidak tau harus mencari informasi ke mana.
"Apa kita tanya Paili?" Saran Viola.
"Jangan! Pasti mulutnya gabisa dipercaya." Larang Edo.
Viola kembali berpikir.
"Gimana kalau kita tanya pacarnya Paili." Saran Viola.
Edo dan Zio terdiam sejenak.
"Bisa!" Jawab Edo dengan antusias.
"Tapi orangnya siapa?" Tanya Zio.
Mereka kembali berpikir. Viola mengambil toples yang berisi cemilan dimeja depannya. Dengan percaya diri dia memakan cemilan itu.
"Lo makan Mulu. Mikir Napa." Cibir Zio.
"Ribet banget sih. Lo kan ketos dan si Paili kan wakil ketos. Pasti dia terkenal dan pasti Lo bisa tanya anak sana." Viola berbicara sembari makan.
Zio dan Edo membenarkan saran viola.
"Ternyata otak lo bekerja pas makan yah." Cibir Zio.
"Yoweslah!"
Mereka pun mulai menyusun rencana.
---- Part 22 -----
"Hi agnes, how are you? my sister?"
Seorang gadis menyapa Agnes yang baru saja pulang. Gadis itu duduk di sofa.
"Paili? Dari kapan datang? Ada apa Lo ke rumah gue?"
Agnes tersenyum menyapa sepupunya itu dan duduk disampingnya.
"Baru kok. Gue kangen aja sama sepupu gue ini."
Paili memeluk Agnes dan dibalas oleh Agnes.
"By the way, gue udah punya pacar loh. Ketua OSIS, ganteng lagi!" Ucap Paili bersemangat.
"Wah keren banget Lo bisa ngegaet ketos."
"Iya dong. Kalo lo gimana?"
Tiba-tiba wajah Agnes terlihat sedih. Dia memikirkan tentang cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
"Gue suka sama cowok, tapi cowok itu suka sama sahabat gue."
Paili memasang wajah prihatin. Paili mengusap punggung Agnes dengan lembut.
"Pasti berat banget. Gue tau kok perasaan Lo."
"Thanks tapi gue udah gapapa lagi." Agnes tersenyum kembali.
"Tapi sahabat Lo juga suka sama cowoknya?"
Agnes menggeleng. "Dia ngga suka."
"Hmm sahabat Lo itu bukannya Viola yah?"
"Bukan Viola, tapi ada lagi. Ezaah namanya."
"Oh yang anak beasiswa itu yah?" Tebak Paili.
Agnes hanya mengangguk kan kepalanya.
"Nes Lo mau tau ngga caranya biar Lo bisa ngegaet Zio?"
Agnes mengerutkan keningnya.
"Apa?"
"Agak sedikit jahat sih. Tapi kan cinta memang harus diperjuangkan."
"Ya emang apa caranya?"
"Kenapa ngga Lo suruh om Randy buat cabut beasiswa nya? Dengan dia dikeluarin banyak peluang Lo buat Deket sama Zio."
Agnes seketika bangkit dari duduknya. Agnes memasang wajah marah.
"Lo gila yah?! Berarti ngga secara langsung gue udah buat dia DO dari sekolah."
"Tapi ini satu-satunya cara nes. Pasti Ezaah juga ngerti. Kalo cinta harus diperjuangkan. Trust me. Everything will be okay."
"Ngga! Gue bukan orang yang kaya begitu! Bahagia diatas penderitaan orang lain! No!"
Agnes melangkah pergi menaiki anak tangga. Tapi ia berhenti ditengah tangga. Menatap Paili dengan tajam.
"Mending Lo pulang sebelum gue ngusir Lo dari sini."
Paili membalas Paili dengan senyuman tanpa dosa. Agnes berdecak kesal melihat Paili. Akhirnya Agnes pergi melangkah lagi menuju kamarnya.
Agnes sangat kecewa dengan jalan pikir Paili. Agnes dan Paili memang saudara sepupu yang sangat akrab. Sejak kecil selalu bermain bermain bersama. Biarpun mereka bersaudara, Agnes tidak akan membuat tindakan jahat seperti itu. Walaupun dirinya tersakiti.
----Part 23 -----
"Bulan depan try out, pasti nilai gue bakal hancur lebur nih." Keluh Viola sembari memakan cokelat batangan.
"Belum juga ujian, Lo udah pasrah. Masih ada waktu belajar." Ucap Agnes sambil memakan bekalnya.
"Tapi kan gue oon, dikelas aja gue peringkat 20 dari 27 siswa."
"Makanya belajar, saleb koreng."
"Agnes jahat banget deh." Viola memasang wajah kesal.
"Ezaah liat tuh si Agnes jahat."
Ezaah yang ada duduk didepan mereka, hanya fokus terhadap makanannya. Tak menghiraukan pembicaraan Agnes dan Viola. Meski mereka berada di depannya.
"Wah emangnya enak Lo dicuekin."
Agnes menjulurkan lidahnya. Membuat Viola Makin kesal.
"Minta diajarin sama Edo. Dia kan cerdas." Ucap Ezaah tiba-tiba.
"Wah ide bagus tuh. Daripada lo berdua berantem mending belajar." Agnes setuju.
"Lo berdua gila kali yah? Mana bisa air dan minyak jadi satu. Mending Lo aja Za yang ngajarin gue. Please." Viola memasang wajah puppy eye ke Ezaah.
"Tapi air sama minyak bisa hidup berdampingan kan."
Celetuk Ezaah yang membuat Viola Dan Agnes terkejut.
Seorang cowok memasuki ruang kelas.
"Pakezaah, Lo dipanggil sama kepsek tuh."
Ezaah hanya mengangguk dan pergi meninggalkan makanannya begitu saja.
"Kenapa Ezaah tiba-tiba dipanggil?"
Viola bingung, baru kali pertama kepsek memanggil Ezaah.
"Ngga tau dah. Gue juga bingung."
"Emang yah tuh anak pernuh misteri." Viola memakan kembali cokelatnya.
"Ohiya, Lo belum tau yah kemarin ada peristiwa yang menegangkan."
Agnes menggelengkan kepalanya.
"Jadi kemarin si Paili ngelabrak si Ezaah. Katanya Ezaah ngerebut cowoknya."
Perkataan Viola sukses membuat mata Agnes membulat sempurna. Mengingat kejadian kemarin ketika Paili meminta Agnes untuk memcabut beasiswa Ezaah.
"Rencananya, gue Edo dan Zio berusaha cari tau apa itu benar apa salah. Awalnya kita harus tau masa lalunya Ezaah."
"Jadi kita harus gimana?"
"Rencananya nanti pas pulang sekolah kita mau ketemu sama pacarnya si Paili. Buat minta penjelasan."
"Kalo gitu gue juga ikut dong."
"Sebelum Paili melakukan hal-hal yang macem-macem." Batin Agnes.
Viola mengangguk setuju.
***
Ezaah sampai didepan pintu ruang kepala sekolah. Entah karena apa yang membuatnya menjadi gugup. Dia menghembuskan nafas sebelum mengetuk pintu.
Terdengar suara pak kepala sekolah yang mempersilakan dia masuk.
"Kamu pasti Pakezaah yah. Silakan duduk sini."
Kepala sekolah mempersilakan Ezaah duduk. Kursi itu tepat berada didepan meja kepala sekolah.
Ekspresi pak kepala sekolah yang tadinya ramah berubah menjadi serius.
"Saya berharap kamu bisa tenang sebelumnya." Perkataan kepala sekolah membuat Ezaah mengerutkan keningnya.
"Baik pak. Ada apa yah?"
Pak kepala sekolah menghembuskan nafasnya, mengambil sesuatu didalam lacinya. Dia mengeluarkan sebuah surat. Surat yang terlipat rapih iu diberikan kepada Ezaah. Membuat Ezaah makin dipenuhi dengan tanda tanya.
"Silakan kamu baca. Itu dari pemilik yayasan."
Ezaah langsung membuka dan membaca surat itu. Mata Ezaah membelalak ketika sedang membaca surat itu.
"Pemilik yayasan mencabut beasiswa kamu. Dengan alasan nilai-nilai mid semester kamu kemarin lebih kecil dibandingkan dengan Ziovan. Ditambah lagi saya dapat laporan dari guru kalo kamu kemarin berkelahi dengan murid sekolah Anugerah." Kepala sekolah memasang wajah prihatin. "Tapi kamu jangan khawatir. Kamu masih bisa sekolah disini lewat jalur reguler sama seperti teman-teman kamu."
Wajah Ezaah seketika berubah menjadi pucat. Wajahnya datar. Dia tidak punya alasan untuk mencegah kejadian ini. Semua yang dibicarakan pak kepsek memang kenyataan. Kenyataan yang kuat untuk menghapus beasiswa Ezaah. Tapi Ezaah sedikit kecewa, mereka tidak mencari tau alasan Ezaah berkelahi.
"Saya mengerti. Kalo begitu saya permisi."Ezaah langsung pamit dan beranjak pergi dari ruang itu.
Kepala sekolah hanya bisa mengangguk ketika Ezaah melangkah pergi.
Pertama-tama Ezaah melangkah dengan langkah lemas. Lama kelamaan Ezaah melangkah cepat, semakin cepat, dia berlari. Dia hanya ingin berlari. Melewati lorong-lorong kelas maupun orang-orang.
Sampailah dia ditoilet. Disana dia menangis tanpa suara. Air matanya jatuh terus menerus tanpa jeda. Dia sedih. Dia bingung harus berbuat apa. Dia teringat oleh orang-oranh yang dirinya apatis, kuat, ataupun kejam. Sebenarnya inilah Ezaah. Dia cengeng. Dia hanya menutupinya saja serapat mungkin. Tapi saat ini yang dia inginkan hanyalah menangis, mengeluarkan semua kepedihannya walau untuk sesaat.
Bersambung ke Part 24

Tidak ada komentar:
Posting Komentar