--- Part 36 ---
"Gak ada cowok yang mau nyakitin cewek yang dia sayang."
-Kevin Diel-
************************
"Hai darling. How are you?"
Kevin langsung menghampiri memeluk Ezaah. Sedangkan tubuh Ezaah kaku seketika tanpa membalas pelukan Kevin.
"Ko-kok Lo bisa ada disini?"
"Iya dong, gue denger kabar nyokap Lo meninggal. So, gue berangkat secepetnya dari London kesini cuma buat Lo Ezaah."
Kevin mengelus pipi Ezaah dengan senyumannya yang ramah. Sedangkan Ezaah masih terlihat binggung. Dia punya firasat buruk tentang kehadiran Kevin secara tiba-tiba ini.
"Ehm.. Dia siapa Za?" Ucap Viola yang bingung dengan kehadiran cowok yang langsung memeluk Ezaah.
"Dia..."
"Gue Kevin, pacar Ezaah. Lo pasti temennya yah?" Ucapan Kevin memotong perkataan Ezaah.
Ezaah tidak menyalahkan perkataan Kevin. Kevin benarlah pacar Ezaah.
Mata Viola membelalak. Dia benar-benar terkejut Ezaah mempunyai pacar.
"Gue kira Lo gak punya pacar Za."
"Ya pacar gue ini emang agak tertutup gitu sih." Kevin merangkul Ezaah. "Waktu SMP aja dia gak punya temen."
Ezaah terdiam dengan ekspresi datar, pasrah akan segala tindakan ucapan Kevin.
Viola semakin bingung sekaligus kecewa Ezaah tidak pernah bilang kalau dia punya pacar.
Jadi dia alasan Ezaah menolak Zio? Batin Viola.
"Hmm by the way, waktu gue gak banyak. Nanya-nanyanya nanti aja yah. Sekarang Gue bawa Ezaahnya dulu yaah."
"O-oh yaudah."
"Kemana?" Ezaah menautkan alisnya. Dia khawatir Kevin akan melakukan sesuatu yang buruk.
"Bentar kok sayang. Tenang aja,percaya sama gue."
Kevin berusaha meyakinkan Ezaah dengan memberikan senyuman kepada Ezaah. Senyuman itu terlihat sangat menawan, Tapi entah kenapa Ezaah melihat itu sebagai ancaman.
"Ehm Vio saya ikut Kevin yah." ucap Ezaah tersenyum kikuk.
Kata 'Saya' membuat perasaan kecewa berdesir didada Viola. Viola memang masih stranger bagi Ezaah. Tapi apakah kedekatan mereka selama hampir 3 tahun apakah itu tidak cukup?
Viola ingin sekali banyak mengeluarkan pertanyaan. Tapi Viola hanya membalas ucapan Ezaah dengan anggukan.
"Bye"
Kevin melambaikan tanggannya ke Viola, Viola hanya membalasnya dengan senyuman kaku.
Kevin membawa Ezaah memasuki hutan yang tak jauh dari parkiran TPU. Mereka berdua pergi meninggalkan Viola dengan berdentum-dentum pertanyaan. Akhirnya Viola hanya bisa menghembuskan nafasnya saja.
Viola melangkah memasuki mobil putihnya. Mengambil ponselnya.
Viola terkejut melihat beberapa panggilan yang tak terjawab dari Agnes. Viola pun langsung menelpon Agnes.
"Halo nes, kenapa?" Viola memakan coklat yang ada dikantong rok seragamnya.
"Lo kemana aja sih?! Kita lagi emergency nih."
"Emergency kenapa? Sorry tadi HP gue ketingalan dimobil."
"Gue bingung jelasinnya, intinya Si Paili mau ngelakuin bad something ke Ezaah. Jadi kalo misalnya ada yang janggal atau aneh, tolong semaksimal mungkin hindari itu!"
Viola terkejut. Hingga menjatuhkan ponselnya. Diaberhenti memakan coklatnya dan langsung mengambil kembali ponselnya.
"Lo serius? Tadi barusan ada cowok namanya Kevin ngaku pacarnya Ezaah, terus bawa Ezaah pergi."
"Apa? Lo gimana sih vio? Kok bisa? Duh Lo kapan pinternya sih. Sekarang dia dimana?"
"Gue ngga tau. Tapi tadi mereka mengarah ke hutan samping TPU. Maaf yah"
"Yaudah sekarang Lo dimana?"
"Diparkiran kuburan."
"Yaudah tunggu gue sama yang lainnya otw sana"
--- Part 37 ---
Berbagai macam pohon menjulang tinggi diantara
Kevin dan Ezaah. Hutan itu banyak dengan jurang. Benak Ezaah sudah berpikiran
hal buruk akan terjadi padanya. Sudah sekitar 10 menit mereka berjalan. Mereka
akhirnya sampai ditengah hutan.
Mata Ezaah membelalak melihat beberapa para
pria bertubuh kekar disana. Mereka menggunakan pakaian serba hitam. Mereka
bodyguard.
Diantara para bodyguard itu, ada seorang cewek
yang membuat Ezaah menautkan alisnya.
Paili
"Hai Ezaah." sapa Paili dengan
senyum manisnya.
"Paili? Kok ada disini?"
"Ehm. Gue jelasin yah. Paili itu temen
gue Za." ucap Kevin. "Bisa dibilang kita berdua kerjasama."
"Kerjasama dapatin orang yang kita
sayang." sambung Paili.
Ezaah nampaknya masih diam tak mengerti.
"Gue ceritain yah. Jadi gue sama Kevin
sama-sama suka pacar orang. Gue suka Excel dan Kevin suka Lo Za." Paili
berdehem sebelum melanjutkan. "Akhirnya kita kerjasama ngancurin hubungan
Lo sama Excel. Caranya, kaya kejadian 3 tahun lalu." Paili tersenyum asam.
"Ya walaupun Excel yang jadi korbannya, tapi cara itu berhasil."
Paili tertawa sumbang.
Ezaah mengerutkan dahinya. Benaknya berpikiran
mereka berdua akan melakukan hal-hal yang lebih buruk.
"Tapi setelah gue dapetin Lo, rasa
bersalah terus menghantui gue. Gue gak bisa paksain Lo. Paili juga gak bisa
paksain Excel. So, gue sama Paili mau minta maaf."
Ezaah mengerutkan kembali dahinya. Memikirkan
jenis sandiwara licik yang sedang mereka berdua lakukan.
"Gue sadar kita selama ini kita bukan
pacaran. Tapi negoisasi. " Kevin memegang tangan Ezaah. "Maafin gua
yah."
Ezaah berdecak, menarik tangannya.
"Rencana apa lagi ini?"
"Ini bukan rencana apapun Za, we're so
serious."
"Setelah apa yang kalian berdua lakuin,
apa gue bisa percaya gitu aja?!" suara Ezaah naik satu oktaf.
"Za please trust me."
Ezaah tidak akan mudah percaya sama
orang-orang yang sudah menyakitinya.
"Vin, biarin gue yang ngomong sama dia.
Lo sama bodyguard Lo pergi aja dulu. Mungkin ngobrol sesama cewek dia bisa
ngerti."
"Lo yakin gue tinggal? Ini mulai gelap?"
"Yakin, tenang aja. Kan ada lampu senter
hp."
Kevin mengangguk. Kevin melangkah menjauhi
Ezaah diikuti oleh bodyguardnya.
Seketika Kevin berhenti sejenak, melirik ke
Ezaah.
"Gak ada cowok yang mau nyakitin cewek
yang dia sayang."
Kata-kata itu membuat Ezaah tertegun.
Sebelumnya, Kevin juga pernah bilang begitu ke Ezaah. Kata-kata yang sama
seperti 3 tahun lalu.
Kevin melangkah pergi meninggalkan Paili dan
Ezaah.
Paili memperhatikan sekitarnya. Kevin sudah
pergi. Paili menatap Ezaah. Paili tiba-tiba mengeluarkan belati dari saku
bajunya.Ekspresi wajah Paili yang tadinya manis berubah drastis menjadi
mengerikan.
Ezaah sangat terkejut bercampur takut.
"Akhirnya sekarang cuma kita berdua
disini, jalang." Paili mengarahkan belati itu disodorkan ke arah Ezaah.
"Ma-mau apa lo?" Suara Ezaah
tercekat ketakutan.
Paili tertawa. Suaranya terdengar sangat mengerikan.
"Mau apa kata Lo?! Ya jelas mau ngebunuh Lo! Karena Lo, udah buat hubungan gue sama Excel HANCUR! JALANG!"
"Lo pasti salah paham. Gue gak ada hubungan apa-apa sama Excel."
"Munafik Lo! Jelas-jelas lagu yang Lo nyanyiin pas pensi buat Excel kan? Lo juga nangis karena ada Excel disana!" Mendekatkan pisaunya ke arah Ezaah.
"Lo sekarang jujur! Lo masih sayang kan sama Excel! Lo masih ngarepin dia kan?!" Belati Paili semakin mendekati wajah Ezaah.
Tubuh Ezaah bergetar. Dia takut. Paili bisa membunuhnya kapan saja.
"Dia itu masa lalu gue..."
"Terus?!"
Pisaunya lebih mendekati wajah Ezaah. Membuat Ezaah melangkah mundur ke belakang.
Wajah Ezaah sudah terlihat sangat pucat.
"Lo tau? Lo itu munafik! Keliatan baik padahal Lo tuh busuk! Gue tau Lo dulu suka mainin cowok. Lo manfaatin mereka semua, terus Lo tinggalin kan? Lo tuh harusnya sadar, kalo Lo itu LICIK!"
Ezaah terdiam. Paili benar. Selama SMP Ezaah selalu mempermainkan cowok-cowok. Termasuk Excel.
"Gue bingung yah sama Lo. Cantik? Lebih cantikan gue. Tulus lebih tulusan gue. Terus kenapa Excel bisa sesayang itu sama Lo?!" Paili memutar bola matanya. "Atau jangan-jangan Lo pake pelet!"
"Jangan ngomong sembarangan! Manusia emang gitu sifatnya. Ngga mau menerima yang ada didepan matanya, malah berangan-angan yang ada diatasnya."
Kali ini langkah mundur Ezaah terhenti tepat diujung bibir jurang hutan. Dia berusaha bersikap kuat.
"Maksud Lo gue berangan-angan? Cih! Jangan sok bijak Lo!" Paili berkata dengan nada tinggi.
"Kalo Lo berani, bunuh gue sekarang! Toh gak ada alesan lagi untuk gue hidup!"
Paili tertawa sumbang. Belatinya makin dia dekatkan.
"Uhh kasian. Kesepian yah? Oh iya nyokap Lo baru meninggal. Bokap Lo kawin lagi dan ngga peduli sama Lo. Hidup Lo menderita banget yah! Ditambah lagi beasiswa Lo dicabut. Ehmm gue padahal cuma ngasih percikan sedikit, tapi bokapnya Agnes mau cabut beasiswa Lo. Hebat yah gue?!" Paili tertawa. Dia terlihat tidak waras.
"Oh iya dan Lo juga harus berterima kasih juga karena gue yang nyuruh bokap gue ngusir nyokap Lo dari tokonya."
Ezaah sangat terkejut dengan ucapan Paili. Jadi dia-lah dalang disemua kesusahan Ezaah?
"Lo ngelakuin itu?! Apa Lo juga tau nyokap gue punya penyakit?!"
Paili tersenyum lebar.
"Ya gue tau semuanya Ezaah."
Ezaah tidak habis pikir dengan orang sekejam Paili. Dunia memang kejam. Pertama orangtuanyaa bercerai, kedua Kevin yang memisahkan Ezaah dari Excel dan sekarang Paili membuat ibunya meninggal? Ezaah sudah tidak tahan lagi. Dia ingin menyerah.
Cairan berwarna bening pun keluar dari mata Ezaah.
"Terus apa yang Lo tunggu?! Bunuh gue sekarang, biar Lo puas! Bunuh!" Suara Ezaah terdengar serak.
"Lo emang pantes mati."
Tiba-tiba
Paili mendorong Ezaah. Membuat Ezaah jatuh jurang yang terlihat dalam itu. Paili tertawa keras setelah melihat sosok Ezaah menghilang didalam jurang itu.
"Gue berharap ada binatang buas yang makan tubuh Lo!" Paili pun pergi dengan tertawa riang meninggalkan Ezaah.
--- Part 38 ---
Berbagai macam pohon menjulang tinggi diantara Kevin dan Ezaah. Hutan itu banyak dengan jurang. Benak Ezaah sudah berpikiran hal buruk akan terjadi padanya. Sudah sekitar 10 menit mereka berjalan. Mereka akhirnya sampai ditengah hutan.
Mata Ezaah membelalak melihat beberapa para pria bertubuh kekar disana. Mereka menggunakan pakaian serba hitam. Mereka bodyguard.
Diantara para bodyguard itu, ada seorang cewek yang membuat Ezaah menautkan alisnya.
Paili
"Hai Ezaah." sapa Paili dengan senyum manisnya.
"Paili? Kok ada disini?"
"Ehm. Gue jelasin yah. Paili itu temen gue Za." ucap Kevin. "Bisa dibilang kita berdua kerjasama."
"Kerjasama dapatin orang yang kita sayang." sambung Paili.
Ezaah nampaknya masih diam tak mengerti.
"Gue ceritain yah. Jadi gue sama Kevin sama-sama suka pacar orang. Gue suka Excel dan Kevin suka Lo Za." Paili berdehem sebelum melanjutkan. "Akhirnya kita kerjasama ngancurin hubungan Lo sama Excel. Caranya, kaya kejadian 3 tahun lalu." Paili tersenyum asam. "Ya walaupun Excel yang jadi korbannya, tapi cara itu berhasil." Paili tertawa sumbang.
Ezaah mengerutkan dahinya. Benaknya berpikiran mereka berdua akan melakukan hal-hal yang lebih buruk.
"Tapi setelah gue dapetin Lo, rasa bersalah terus menghantui gue. Gue gak bisa paksain Lo. Paili juga gak bisa paksain Excel. So, gue sama Paili mau minta maaf."
Ezaah mengerutkan kembali dahinya. Memikirkan jenis sandiwara licik yang sedang mereka berdua lakukan.
"Gue sadar kita selama ini kita bukan pacaran. Tapi negoisasi. " Kevin memegang tangan Ezaah. "Maafin gua yah."
Ezaah berdecak, menarik tangannya.
"Rencana apa lagi ini?"
"Ini bukan rencana apapun Za, we're so serious."
"Setelah apa yang kalian berdua lakuin, apa gue bisa percaya gitu aja?!" suara Ezaah naik satu oktaf.
"Za please trust me."
Ezaah tidak akan mudah percaya sama orang-orang yang sudah menyakitinya.
"Vin, biarin gue yang ngomong sama dia. Lo sama bodyguard Lo pergi aja dulu. Mungkin ngobrol sesama cewek dia bisa ngerti."
"Lo yakin gue tinggal? Ini mulai gelap?"
"Yakin, tenang aja. Kan ada lampu senter hp."
Kevin mengangguk. Kevin melangkah menjauhi Ezaah diikuti oleh bodyguardnya.
Seketika Kevin berhenti sejenak, melirik ke Ezaah.
"Gak ada cowok yang mau nyakitin cewek yang dia sayang."
Kata-kata itu membuat Ezaah tertegun. Sebelumnya, Kevin juga pernah bilang begitu ke Ezaah. Kata-kata yang sama seperti 3 tahun lalu.
Kevin melangkah pergi meninggalkan Paili dan Ezaah.
Paili memperhatikan sekitarnya. Kevin sudah pergi. Paili menatap Ezaah. Paili tiba-tiba mengeluarkan belati dari saku bajunya.Ekspresi wajah Paili yang tadinya manis berubah drastis menjadi mengerikan.
Ezaah sangat terkejut bercampur takut.
"Akhirnya sekarang cuma kita berdua disini, jalang." Paili mengarahkan belati itu disodorkan ke arah Ezaah.
Langit sudah berwarna gelap. Viola sangat panik menunggu Ezaah yang belum kembali. Dia terus-menerus mondar-mandir di parkiran. Matanya mencari. Berharap Ezaah kembali.
Tiba-tiba ada mobil hitam yang menuju arah Viola. Itu mobil Zio. Mobil itu berhenti tepat di samping mobil Viola. Zio, Agnes dan Edo keluar dari mobil. Viola menghampiri mereka.
"Udah hampir sejam Ezaah belum balik. Sorry yah ini semua salah gue." Viola terlihat sangat menyesal.
"Udahlah, yang paling penting kita harus cari Ezaah."
Edo mengusap kepala Viola dan menatap Viola dengan senyumnya yang tampan. Jantung Viola bergetar lebih cepat. Membuat pipinya memerah.
Oh my god! nih cowok ganteng banget sih! Batin Viola.
"Vio,lo punya senter ngga?"
Zio sukses membuyarkan lamunan Viola. Zio terlihat mencari-cari sesuatu di bagasi mobilnya.
"Ada, gue ambil dulu dimobil." Viola mengambil senternya dan memberikannya pada Zio.
"Ayo do, kita cari Ezaah." Perkataan Zio mengangetkan mereka.
"Lo yakin? Ini udah gelap." Agnes terlihat khawatir.
"Gapapa, Lo berdua masuk mobil. Biar gue sama Edo cari Ezaah."
"Gue ikutlah. Ezaah kan sahabat gue." Agnes tidak mau diam saja membiarkan hanya mereka berdua yang mencari.
"Gue juga!!!" Viola juga ikut antusias. "Gimanapun juga ini kesalahan gue."
Zio berdecak kesal. Kalo Zio melarang pasti mereka semakin keras kepala. Dan hal itu akan membuang waktu. Akhirnya Zio mengangguk.
Mereka berempat memasuki hutan.
Ketika memasuki hutan, Viola melihat seseorang yang tidak asing. Viola mengarahkan senternya ke orang-orang itu.
"Et tunggu, itu Kevin. Cowok yang ngajak Ezaah kemari."
Mereka bertiga melihat arah pandang Viola yang mengarah pada beberapa cowok yang tak jauh dari mereka.
"Kalo gitu kita samperin aja."
Mereka mengangguk mengikuti saran Edo.
Kevin mengerutkan keningnya melihat beberapa orang yang tiba-tiba menghampiri dirinya. Para Bodyguard Kevin sudah siap siaga melindungi Kevin.
"Siapa kalian?" Kevin memperhatikan wajah mereka masing-masing. Kevin mendapati Viola dan Agnes diantara mereka.
"Oh Lo temennya Ezaah." Kevin melirik ke Agnes. "Dan Lo Nes, kenapa Lo disini?"
Kevin menautkan alisnya melihat Agnes sebagai teman Ezaah. Agnes juga merupakan teman kecil Kevin. Keluarga Diel dan keluarga Fidel adalah rekan bisnis. Dunia sangat sempit menurut Kevin.
"Gue yang harusnya nanya! Kenapa Lo di Jakarta?! Bukannya Lo lagi study di London? Dan kenapa Lo bisa kenal Ezaah?"
"Ya mungkin takdir. Kita sampe reunian kaya gini." Kevin tertawa kecil.
"Gak usah basa-basi! Dimana Ezaah?!" Emosi Zio sudah naik.
"Ett! Calm down bro. Ezaah lagi di dalam hutan."
"Maksud Lo, Lo tinggalin Ezaah sendirian gitu? Gila yah Lo?!" suara Agnes terdengar kencang. Emosinya juga ikutan memuncak.
"Sabar atuh, Agnes. Ezaah lagi ngobrol secara pribadi sama Paili. Gue juga lagi tungguin mereka."
"Maksud Lo, Lo tinggalin Ezaah sama Paili?" Kali ini Viola yang membuka suara.
"Kita harus ke dalem." Zio melangkah, tapi ditahan oleh bodyguard Kevin.
"Gue udah tegasin, Lo pada tunggu atau Lo pada terima akibatnya." ucap Kevin dengan nada mengancam.
"Oh jadi Lo orang suruhan Paili. Babu Paili yang berusaha ngacurin Ezaah." ucap Zio dengan suara lantang.
"Maksud Lo apa?! Gue kenal Paili, Paili gak mungkin ngehancurin Ezaah."
Zio tertawa sumbang.
"Dia udah cabut beasiswa Ezaah, nyebarin hoax fitnah! Dan Lo kira kita berempat orang bego yang mau jagain Ezaah tanpa alasan? Kita khawatir Paili ngelakuin hal buruk lagi!"
Tiba-tiba salah satu bodyguard Kevin berbisik sesuatu ke telinga Kevin.
"Mr. Sebaiknya Anda dengarkan perkataan cowok itu. Karena sudah sejam miss Paili dan Ezaah belum kembali."
Kevin mengacak rambutnya dengan kasar. Bodyguardnya benar. Kevin terlalu percaya pada Paili sampai lupa kalo Paili bisa melakukan hal-hal diluar penalaran.
"Cari mereka sekarang!" perintah Kevin ke para bodyguardnya. Para Bodyguardnya terpencar mencari Ezaah dan Paili.
Kevin sangat cemas sekarang. Dia merasa bodoh karena tertipu oleh Paili.
Kevin mengambil ponselnya. Dia menghubungi seseorang.
"Cari Paili sekarang! Cari tau juga apa yang dia udah lakuin ke kehidupan Ezaah."
Kevin langsung menutup teleponnya.
"Nes lebih baik Lo telepon polisi." ucap Zio dingin.
"Tapi ini belum 24 jam?"
"Gapapa. Lagian ini bukan khasus orang hilang, tapi ini khasus pembunuhan."
Agnes mengangguk mengerti. Dia langsung menghubungi polisi.
--- Part 39 ---
-Ezaah Prov-
Sakit.
Itu yang pertama kali aku rasakan ketika membuka mataku. Tubuhku yang terbaring terasa remuk dan perih. Aku bahkan bisa mencium wangi darahku sendiri.
Aku berusaha mengangkat kepalaku. Melihat sekitarku. Sepertinya aku dihutan. Tapi kenapa aku bisa dihutan?
Excel.
Ah iya. Ini semua karena aku. Excel putus dari Paili. Sampai Paili membuat ku sampai seperti ini. Didorong ke jurang. Apa aku akan mati?
Biarkanlah jika aku memang harus mati. Setidaknya aku masih bisa melihat langit gelap tanpa bintang dari sini.
Tunggu.
Ada bintang yang terang sekali. Bintang itu seperti mengarahku. Bintang itu semakin mendekat. Hingga aku tak bisa membuka mataku karena saking silaunya.
Tapi apa itu?
Bintang jatuh?
Atau malaikat pencabut nyawa?
Beberapa saat kemudian, silau itu tidak terasa. Dengan perlahan aku membuka mataku. Mataku membelalak. Terlihat jelas ada mama tepat dihadapan ku.
"Mama?" Gumam ku dengan serak
Mama tersenyum.
Ya itu mama. Sangat mirip dengan mama. Tapi kali ini wajah mama sudah tidak pucat. Dia terlihat sangat cantik. Apa sekarang aku berhalusinasi?
"Kamu kenapa bisa jadi kaya gini Ara?"
"Ini salah Ara ma."
Lah kenapa suaraku tidak bisa keluar? Tapi biarkanlah. Aku ingin menceritakan sama mama. Aku berharap mama mendengar suaraku.
"Semua benci sama Ara. Kevin, papa, oma dan Paili ma. Paili pacarnya Excel. Benci sama aku. Gara-gara aku, dia kehilangan Excel. Sampai akhirnya dia jahatin Ara kaya gini ma."
Aku bisa merasakan mataku yang basah. Entah sudah berapa kali aku menangis pada hari ini.
"Mama bisa mendengar kamu Ara. Suara hati kamu. Ceritakan semuanya sayang, mama pasti mendengarkan."
Mama berbicara sangat lembut seperti biasanya. Mama mengelus kepalaku. Mama orang yang paling berharga untukku, aaah Aku sangat rindu. Biarkanlah kalo ini semua mimpi. Jangan sampai aku terbangun.
"Ma aku mau selalu disamping mama."
"Ngga bisa sayang. Tugas kamu disini belum selesai."
"Tugas apa ma?"
"Nanti kamu akan tau sayang. Yang penting sekarang kamu harus bertahan hidup."
"Ngga ma! Aku mau sama mama! Untuk apa aku hidup tanpa mama! Ara udah gak punya siapapun lagi ma. Ara sendirian."
Mama mengusap kepala ku. Aku benar-benar masih tidak bisa menerima mama pergi.
"Kamu harus jadi wanita yang kuat sayang. Kamu juga harus melakukan hal-hal yang berguna." mama tersenyum sangat ramah. "Kamu gak sendirian sayang, ada papa kamu dan teman-teman kamu. Cobalah bersyukur sayang, dengan lebih bersikap baik pada mereka."
"Apa yang harus aku lakuin ma?"
"Memperbaiki hubungan yang ada sayang."
Mama benar. Selama ini aku selalu menghindar dari yang namanya hubungan.
"Caranya ma?"
"Kamu tau caranya sayang. Dengan bersikap baik."
"Tapi mama selalu disamping Ara kan?"
"Mama gak bisa disamping kamu. Tapi mama selalu dihati kamu Ra."
"Tapi..."
"Waktunya udah habis. Mama pergi dulu yah sayang." Mama mengecup keningku. "Terus jalani hidup kamu yah."
Perlahan-lahan mama pudar, sampai Mama menguap hilang dari pandanganku. Dia telah pergi. Mama benar-benar pergi.
Aku menangis. Terus menangis. Aku memang lemah. Aku ingin menyerah..
"Jalani hidup!"
Kata itu tergiang dikepalaku. Ya aku harus menjalani hidupku!
Pertama-tama aku harus mencari pertolongan.
Aku berusaha untuk bangkit. Sulit! Tubuhku terasa sakit sekali. Aku coba untuk mengerjakan tanganku.
Yes! Bisa! Tapi terasa berat sekali. Aku mencoba meraba batu. Jauh. Batu kecil itu jauh dari jangkauan ku.
Tidak ada pilihan lain selain ada yang menolong.
Tuhan bantulah aku!
Aku melihat ada cahaya yang datang dari atas jurang yang agak lumayan jauh dariku. Aku melihat bawahku. Terlihat sangat gelap didalam sana. Berarti aku tidak masuk ke dalam jurang?
Syukurlah. Tapi kenapa? Aku melihat disamping tubuhku terdapat pohon yang besar. Mungkin tubuhku tertahan oleh pohon itu.
Aku melihat ke atas, aku bisa melihat cahaya lampu senter lagi. Bahkan mendengar suara.
"Ezaah!!!"
Suara itu? Suara Zio! Syukurlah ternyata Mereka memang mencariku. Aku harus memberitahu mereka bahwa aku disini.
"Zi-zio"
Sial! suaraku pelan sekali. Sulit sekali untuk memperbesarnya. Zio terus berteriak memanggil namaku.
"Zio." Masih sama kaya tadi.
Terus gimana caranya supaya aku keluar dari sini?
Aku memperhatikan sekitaku. Batu, ya batu yang tadi harus ku lemparkan ke atas.
Aku membalikan tubuhku menjadi tengkurap. Aw! Sakit sekali! Tidak! Ini bukan waktunya mengeluh. Aku paksakan tubuhku bergerak!
Huftt!! Akhirnya! Sekarang aku mencoba merangkak ke batu itu. Serius, selama merangkak seperti ada pukulan bertubi-tubi diseluruh lukaku.
Aku masih bisa mendengar suara Zio yang lama kelamaan menjadi kecil. Tunggu, jangan-jangan dia mau pergi? Tidak, Masih belum terlambat!
Sedikit lagi aku mendapatkan batunya. Sedikit lagi. Ayo Ezaah pasti bisa!
Yes! Dapat. Tunggu? Suara Zio sudah tidak terdengar. Cahayanya juga sudah tidak ada. Aku terlambat.
Cih! Matilah aku disini. Aku menangis lagi! Aku cengeng sekali. Aku tidak tau harus berbuat apa. Aku putus asa. Kenapa mereka mudah sekali menyerah?
Ett ada cahaya lagi! Dia mendekat ke sini. Suara orang teriak. Pasti Zio balik lagi!
"Ezaah!!!" Tunggu. Suaranya bukan suara Zio. Aku menajamkan pendengaranku.
"Ezaah!!!" Suara semakin mendekat. Itu suara Kevin! Tunggu, apa tidak apa-apa aku ditolong Kevin? Masa bodolah. Yang jelas dia kesini buat tolong aku.
Tanganku berusaha melemparkan batu.
Sial! Ngga sampai ke atas! Aku mencoba lagi! Tidak kena lagi! Cahaya mulai hilang. Tidak! Jangan lagi! Aku mohon! Aku masih mau hidup! Memperbaiki hubungan yang ada! Aku mohon!
"Ke... Ke.. KEVIINN!!" Aku teriak.
Aku tidak menyangka suaraku bisa berteriak. Keajaiban mungkin? Terimakasih Tuhan.
Arah cahaya itu mendekat. Sekarang aku lega. Pasti mereka mendengarku.
Aku bersyukur.
Aku menutup mataku. Semuanya gelap. Aku tidak bisa merasakan rasa sakit tubuhku. Entahlah apa yang terjadi. Mungkin aku lelah. Sampai aku tidak tau apa yang terjadi selanjutnya.
-Ezaah Prov End-
--- Part 40 ----
Kevin memasuki rumah besar. Didampingi oleh para bodyguardnya menuju suatu kamar. Terlihat jelas wajah Kevin yang memerah karena marah. Jari-jari tangannya sudah mengepal sempurna.
Sampailah dia di kamar besar itu. Didapati juga Paili yang terborgol tangannya disamping kasur.
Sadar akan kehadiran Kevin, Paili menatapnya dengan tajam.
"Apa-apan ini Vin! Kenapa Lo giniin gue!"
Kevin mendekati Paili. Menatap Paili dengan tatapan yang tak kalah tajam.
"Lo yang apa-apaan! Lo bilang kita salah dan kita harus minta maaf, i did it! Gue sampe jauh-jauh kemari dari London! Tapi apa?!" Kevin meraih dagu Paili. "Lo ngejebak gue! Bahkan Lo berniat membunuh Ezaah!"
Kevin mengebas begitu saja dagu Paili. Terlihat dagu Paili memerah.
"Apa ada yang salah sama tindakan gue?! Bukannya dulu Lo ngelakuin hal yang sama ke Excel, bahkan sampe dia koma! Bukannya kita impas?!"
"Ap Lo lupa?! Rencana kroyok Excel itu rencana elo! Lo yang mau itu supaya Lo bisa terlihat perhatian baik dimata dia kan?!"
"Tapi gue gak nyuruh Lo buat dia sampe koma!"
"Otak Lo emang dangkal yah! Koma itu udah risikonya!" Kevin berdecak. "Gue merasa jijik pernah kerjasama sama cewek selicik Lo."
Paili tertawa sumbang.
"Lo juga sadar! Kalo Lo juga sama liciknya kaya gue!"
"Gue gak sekejam cewek psikopat kaya Lo!" Kevin melipat kedua tangannya. "Kita lihat aja keputusan pengadilan buat Lo."
"Ma-maksud Lo?" Ekspresi wajah Paili memucat.
"Lo bakal masuk penjara."
"Gak mungkin! Papi gue bakal ngelindungin gue!"
"Cih! Masih aja cari pelindungan yah? Bokap Lo aja udah angkat tangan sama tingkah Lo. Tadi dia ditelepon bilang, 'Saya serahkan Paili ke tangan Anda dan saya juga berjanji tidak akan menolongnya.'" Kevin tersenyum miring.
Paili bergetar.
"Ta-tapi Lo juga harusnya masuk juga Vin! Lo kroyok Excel 3 tahun lalu."
Kevin tertawa kecil.
"Lo pikir gue bisa masuk penjara?! Lo inget itu udah 3 tahun lalu dan khasus itu udah ditutup. And satu lagi, gue warga negara Inggris."
Paili benar-benar takut. Dia harus cari cara agar bisa keluar dari sini. Dia tidak mau sampai masuk penjara.
"Jangan berpikiran mau kabur. Karena itu mustahil. Lo tau kan kalo penjagaan Diel gimana dan bentar lagi polisi mau jemput Lo."
Paili berdecak. Benar kata Kevin. Keluarga Diel penjagaannya sangatlah ketat. Ditambah lagi, jaringan Kevin sangat banyak untuk mencari seseorang. Mustahil bagi Paili kabur.
"Setiap perbuatan pasti ada dampaknya. Lo akan menyesal Vin. Gue gak akan pernah lupain ini."
Bersambung ke part 41

Tidak ada komentar:
Posting Komentar