Sabtu, 17 Agustus 2019

Novel : "Lament Meratapi Kehilangan" Part 30-35


--- Part 30 ---

Agnes, Edo dan Zio berdiri di depan gerbang sekolah SMA Anugerah. Memperhatikan setiap siswa-siswi 

yang baru saja pada keluar. Mereka bertiga tak luput dari perhatian disana.

Tak sedikit yang terheran kehadiran mereka bertiga. Banyak juga siswi SMA Anugerah yang terpesona oleh ketampanan Edo dan Zio.

"Lama banget yah.."

Agnes sudah mulai mengeluh. Wajar saja Agnes mengeluh, mereka sudah berdiri sejak setengah jam yang lalu.

"Sabar tunggu dulu. Paili kan anak OSIS, mungkin aja dia sibuk."

Walaupun sudah bercucuran keringat, tapi mata Edo masih menyapu setiap orang yang keluar dari sekolah.

"Iya sih. Tapi sebenernya pacar si Paili tuh siapa sih? Sampe buat Paili tergila-gila."

"Menurut informasi pacar Paili itu Rexcel. Si ketua OSIS."

"Oh pantes ketos."

Edo hanya membalas Agnes dengan anggukan.

Sekarang perhatian Agnes ke wajah Zio. Matanya yang hitam, menatap tajam ke orang orang yang baru saja keluar dari sekolah. Zio terlihat sangat jeli mencari.

Semuanya demi Ezaah. Walaupun Agnes tau bahwa Ezaah adalah sahabatnya dan Ezaah tidak menyukai Zio, tapi ada rasa sakit didada Agnes. Bagaimana tidak? Zio terang-terangan perhatiaan ke Ezaah. Pembohong jika Agnes tidak cemburu.

Sepertinya ini saatnya bagi Agnes untuk memulai melupakan cintanya. Walaupun Ezaah memintanya untuk memperjuangkan cintanya ke Zio. Tapi nyatanya tidak ada celah sedikitpun dihati Zio untuk Agnes masuki.

"Eh, tuh , itu Rexcel yang pake motor item."

Edo menunjuk seorang cowok berkacamata mengendarai motor berwarna hitam yang baru saja melewati mereka. Sadar itu adalah orang yang mereka cari, Mereka pun bergegas menaiki mobil hitam. Mengejar Excel.

Zio menyetir mobilnya dengan cepat dan gesit. Sedangkan Excel membawa motornya dengan pelan. Sehingga sangat mudah bagi Zio untuk menghadang motor Excel.

Excel berhenti. Dia bingung dengan mobil yg tiba-tiba menghadangnya itu. Excel pun turun dari motornya, begitu pula Zio, Edo dan agnes turun dari mobil.

"Ada ap-"

BRUKK!! 

Perkataan Excel terputus oleh tinjuan dari Zio. Wajah Zio sudah memerah. Kemarahannya sedang ada dipuncaknya.

Excel tersungkur oleh tinjuan Zio. Excel sadar bibirnya berdenyit bau darah.

Edo yang sadar emosi Zio yang meluap, Edo pun langsung menahan Zio.

"Zio, Sabar dulu!"

"Heh! kacamata! Ada hubungan apa Lo sama Ezaah?!" 

Suara Zio naik satu oktaf.

Excel membenarkan posisi kacamatanya dan bangkit berdiri.

"Urusannya apa sama Lo?!"

"Lo bilang apa urusannya?!"

Zio memperdekat jarak mereka. Sehingga Excel bisa lihat mata tajam Zio yang seolah menatap Excel dengan tatapan membunuh.

"Pacar IBLIS Lo itu udah ganggu Ezaah!"

"Maksud Lo? Ezaah diapain?"

"CIH! Gak Cowoknya gak ceweknya sama aja! Sama-sama LICIK!" 

Zio membesarkan suaranya.

"Zio lo tenang dulu atau masalahnya gak bakal clear!" Agnes menahan tangan Zio.

Edo sudah mulai kesal melihat tingkah Zio. Edo menarik tangan Zio. Menjauhkan Zio dari Excel.

"Lo diem atau masalah ini gak bakal selesai."

Suara Edo mendingin dan tatapan menajam. Tidak biasanya Edo seperti itu. Akhirnya Zio mundur beberapa meter dari mereka untuk menangkan diri.

Setelah Zio menjauh, Edo mengeluarkan poster yang sudah ia lipat dari saku baju seragamnya. Edo memperlihatkan poster itu ke Excel.

"Berdasarkan perkataan Agnes, Paili yang udah buat poster ini."

Excel membaca sambil memperdenyitkan keningnya. Dia benar-benar terkejut melihat poster itu. Ditambah lagi, Paili yang membuatnya!

"Bukan cuma itu aja, Paili juga udah racunin otak bokap gue buat cabut beasiswa Ezaah."

Kali ini ucapan Agnes yang sukses membuat wajah Excel pucat seketika. Tidak pernah terpikirkan oleh Excel jika Paili akan berbuat sejauh ini.

"Gue cuma minta tolong sama Lo buat bilangin cewek Lo, jangan mainin kehidupan Ezaah. Toh dia kan pacar elo, so buat apa dia begitu."

Excel meremas poster yang ia genggam. Sayangnya perkataan Agnes salah. Excel bukanlah pacar Paili lagi.

"Sorry, tapi gue udah putus sama Paili. Dan kemungkinan besar itu yang buat Paili dendam sama Ezaah."

Edo dan Agnes membelalak mendengar pernyataan Excel.

"Serius lo? Astaga.." Edo mengusap wajahnya dengan kasar.

"Pantes aja Paili berbuat sejauh itu."

Sejauh itu. Kata-kata Agnes membuat Excel berpikir sejenak. Kalo Paili bisa buat beasiswa Ezaah dicabut, berarti Paili juga bisa berbuat lebih. Hal inilah membuat Excel terbesit perasaan tak enak.

"Di-dimana Ezaah sekarang?" Suara Excel terdengar panik. Terlihat sorot matanya yang khawatir.

"Emangnya kenapa?" Edo yang melihat ekspresi Excel membuatnya penasaran.

"Tadi pas istirahat Paili bilang katanya Ezaah ga pantes miliki gue. Gue yakin Paili bakal buat sesuatu yang lebih jauh dari ini."

"Maksud Lo?"

"Tadi Paili keliatan kacau, dia kaya udah stress. Gue punya firasat dia bakal ngelakuin hal yang buruk ke Ezaah."

Mereka semua terdiam. Mencerna setiap perkataan Excel.

Zio yang sedari memperhatiakan mereka dari jauh pun penasaran dengan ekspresi wajah mereka yang seketika memucat. Zio pun menghampiri mereka.

"Ada apa ini?"

"Gawat Zio, tadi kata Excel, Paili keliatan stress gitu. Terus dia bilang kalo Ezaah gak pantes buat Excel."

"Maksud Lo?" Zio bingung dengan penjelasan Agnes.

"Paili kemungkinan besar bakal ngelakuin sesuatu lagi sama Ezaah."

Wajah Zio ikut memucat. Tapi masih ada satu pertanyaan yang masih berdesit dikepala Zio.

"Tapi sebenarnya apa hubungan Lo sama Ezaah?"

Zio menatap Excel.

"Gu-gue mantannya."

Agnes terlihat terkejut. Sedangkan Zio dan Edo tidak. Mereka berdua sudah mengetahui hal tersebut.

"Terus kenapa si Paili berbuat hal-hal kaya gitu?"

Excel menghembuskan nafasnya.

"Gara-gara gue yang putusin dia dan gue bilang kalo gue masih sayang sama Ezaah. Ini salah gue! Tapi mungkin Paili liatnya itu salah Ezaah." Nada bicara Excel terdengar seduh. 

"Gue ngga tau kalo bakal begini jadinya..."

"Cukup!" Zio memotong pembicaraan Excel.

"Ayo do, nes, kita samperin Ezaah."

Zio langsung memasuki mobilnya. Tanpa melirik ke arah Excel.

"Lo lebih baik cari Paili.Lo yakinin dia. Gue yakin Lo pasti bisa!"

Edo tersenyum menepuk pelan punggung Excel. Lalu pergi menyusul Zio.

"Mau gue kasih tau rahasia?"

Agnes menepuk pelan Excel dengan suara yang agak berbisik.

"Yang pemarah tadi itu Zio. Dia pernah nembak Ezaah, tapi Ezaah nolak dengan alasan dia masih sayang sama seseorang."

Mata Excel membesar mendengar ucapan Agnes.

"Mungkin orang itu Lo." Agnes pun masuk ke mobil. Dan seketika mobil tersebut melaju dengan cepat.

Meninggalkan Excel dengan berdentum-dentum pertanyaan di pinggir jalan raya. Excel mengabaikan semua pertanyaan itu, Excel harus mencari Paili sebelum terlambat.



--- Part 31 ---

"Musik bukan cuma sebagai hiburan aja, tapi ada saat musik bisa berperan sebagai nada kehidupan."

-Munella Fidel-



****


Excel menarik gas motornya bergerak dengan kecepatan tinggi. Berbagai kendaraan dia selip agar tiba dengan cepat. Menuju rumah Paili. Sepertinya Paili belum mengerti maksud Excel. Maka dari itu, dia harus bertemu Paili. Dia sangat berharap Paili ada dirumahnya saat ini.

Tibalah dia dirumah besar dengan interior klasik. Excel memarkirkan motornya di depan gerbang. Dia memencet bel. Berharap ada orang dirumah itu.

Selama berpacaran dengan paili, Excel hanya mengantar dan menjemput Paili sampai depan gerbang. Belum pernah memasuki rumahnya.

Setelah memencet tombol bel beberapa kali. Datanglah seorang wanita yang terlihat berusia 45tahunan.

"Maaf mas, nyari siapa yah?"

"Saya nyari Paili. Saya temannya Paili Bu. Paili nya ada?"

"Aduh gimana yah mas, non Paili jam segini mah belum pulang."

"Oh gitu yah Bu." Excel sedikit kecewa. Excel bingung mencari keberadaan paili. Selama pacaran Excel pun jarang jalan sama Paili. Excel sudah putus asa. Lagi lagi dirinya tidak bisa berbuat apapun untuk Ezaah.

"Tapi bentar lagi pasti dia pulang. Mau tunggu didalam?"

"Yaudah deh bu." Sepertinya Excel tidak ada pilihan lain selain menunggu Paili. Berharap Paili belum melakukan sesuatu pada Ezaah

Excel masuk ke rumah itu. Banyak tanaman yang ada di perkarangan rumah Paili. Mengingat tanaman, Excel jadi teringat dengan Ezaah yang mencintai tanaman. Mengingat Ezaah membuat Excel semakin khawatir terhadap Ezaah.

Excel duduk disofa ruang tamu. Sedangan Bibi pergi mengambil minuman untuk Excel.

Excel mengeluarkan ponselnya. Excel mencoba menanyakan keberadaan Paili ke teman-teman Paili. Tapi nihil, mereka tidak ada yang tau keberadaan Paili.

Excel menutup frustasi wajahnya dengan tangannya. Kepalanya berdenyut sakit. Excel sangat khawatir dengan Ezaah. Cewek yang dia cintai.

Tiba-tiba terdengar suara. Suara seperti nada. Bukan suara orang. Ini seperti suara piano. Ya itu memang benar-benar piano. Suara piano yang lembut. Entah apa yang membuat Excel tertarik dengan alunan menenangkan itu.

Excel bangkit dari duduknya. 

"Mungkin itu Paili" Pikir Excel.

Dia mengikuti darimana suara itu berasal. Excel melewati beberapa ruangan dan lorong. Excel memperhatiakn interior rumah Paili. Bisa dikatakan rumah Paili ini sangat klasik, tapi ada banyak rasa ketenangan.

Suara alunan piano semakin terdengar jelas. Excel melihat sebuah ruangan yang tidak ditutup pintunya. Suara piano itu berasal dari situ.

Dia masuk ke dalam ruangan itu dengan perlahan. Dia sudah dapat melihat punggung pianis itu. Seorang gadis berbalut dress berwarna putih dan berambut panjang. Jari-jarinya dengan lincah menekan not piano dengan lembut.

Excel sampai tepat dibelakang gadis itu. Dengan ragu, Excel menepuk dengan pelan pundak gadis itu. Dan permainan pun berhenti. Gadis itu menegok ke arah Excel.

Gadis itu terlihat pucat dengan air mata di kedua pipinya. Wajahnya yang putih mulus terlihat bingung.

Excel terkejut, bukan karena gadis itu bukan Paili. Tapi karena Excel tau gadis itu memainkan piano sambil menangis.

Gadis yang manis itu menghapus air matanya dengan tersenyum.

"Maaf yah aku nangis kaya gini. Soalnya kalo main piano, perasaan terbawa suasana." Suara gadis itu lembut sekali.

"I-iya maaf juga ya gue salah orang."

Excel pun berbalik badan melangkah meninggalkan gadis itu. Excel merasa malu. Karena Excel tamu, tidak sepantasnya tamu berjalan-jalan tanpa seizin yang punya rumah.

"Tu-tunggu!"

Excel berhenti. "Pasti dia bakal marah". Batin Excel. Excel berbalik dan menatap gadis itu.

"Kamu siapa?"

"Gue Excel temannya Paili. Gue kira lo Paili. Ternyata bukan. Habisnya mirip." ucap Excel cengar cingir.

"Oh, aku Munella. Adiknya Paili. Kak Paili bentar lagi pasti pulang."

Munella tersenyum dengan ramah. Excel bersyukur karena Munella tak marah.

"Iya kalo gitu gue kembali ke ruang tamu yah."

Excel berbalik melangkah lagi. Langkahnya berhenti ketika tangan Munella menarik tangannya.

"Tunggu. Mau nggak tunggunya disini aja?" Munella memegang tangan Excel dengan gemetar. "Hmm. Soalnya aku gak punya temen."

"Pasti dia kesepian." batin Excel.

"Okay kalo gitu."

Munella melepaskan tangan Excel dengan riang. Munella kembali duduk di kursinya.

Excel pun juga duduk dikursi yang ada di ruangan itu.

"Tadi itu lagu siapa?"

"Oh tadi itu Chopin Nocturne."

"Lo mendalami banget yah."

Munella tertawa kecil mendengar perkataan Excel. Seolah ucapan Excel sangat bodoh.

"Musik bukan cuma sebagai hiburan aja, tapi ada saat musik bisa berperan sebagai nada kehidupan."

Excel tertegun mendengar perkataan Munella. Excel merasa dirinya telah mengremehkan musik.

"Ehm.. Lo kayanya berbakat. Pernah coba ikut lomba?"

"Ehmm... Ngga" seketika senyum diwajah Munella hilang. "Aku lemah jantung. Kalo ikut lomba atau kompetisi itu pasti menguras tenaga untuk latihannya. Makanya Aku gak diizinin. Pendidikan aja aku harus home schooling. Tapi aku senang kok ada kakakku, Kak Paili yang selalu temenin aku." Dia tersenyum kembali.

Excel menatap Munella. Gadis ini sangat cantik dan berbakat. Tapi dia dikurung dalam sangkar karena penyakitnya. Apakah ini adil?

"Gimana kalo gue jadi temen lo? Gue banyak temen kok. anti gue 

Entah dorongan darimana yang membuat Excel mengatakan hal itu. Lucu memang. Mungkin Excel tidak tega melihat Munella yang kesepian.

"Yakin?" Sekarang wajah munella tersenyum lebar. "Kalo gitu, kakak mau ngga setiap sore temanin aku disini?"

"Ehmm boleh."

Menurut Excel itu tidaklah masalah. Toh dia juga selalu sendirian dirumahnya. Orangtuanya selalu sibuk bekerja. Lebih baik berteman bukan? Daripada sendirian dirumah yang besar.


--- Part 32 ---



Langit berwarna oranye. Angin berhembus dengan lembut. Suasana yang indah ini, biasanya membuat Ezaah tersenyum. Namun tidak untuk saat ini.

Pemakaman ibunya baru saja selesai. Banyak tetangga ataupun teman-teman ibunya yang hadir untuk membantu ataupun hanya mengucapkan bela sungkawa.

Tidak ada satupun keluarga Ezaah yang hadir. Hal ini tidak membuat Ezaah bingung, karena dia tidak mempunyai keluarga. Keluarga satu-satunya kini telah terkubur didalam sana.

Sekarang orang-orang sudah bubar. Tinggallah Ezaah dan Viola yang sejak tadi menemaninya. 

Ezaah terus menatap dan berlutut ke makam ibunya. Air matanya tidak henti-hentinya keluar.

"Ma, maafin Ara yah. Yang ngga bisa buat keluarga ataupun papa hadir." Ucap Ezaah sambil mengelus ibunya melalui tanah. 

Viola menghampirinya dan memeluknya dari belakang.

"Yang kuat Za. Sekarang mending kita pulang yah. udah mulai gelap."

Viola mengusap punggung Ezaah. 

Ezaah tersenyum ke Viola. Terlihat senyum itu merupakan senyuman terpaksa. Ezaah menghapus air matanya dan bangkit.

Ezaah selalu saja begitu. Pura-pura selalu tegar. Padahal sebenarnya hatinya lemah. Dia menutupi semua kelemahannya itu dengan sikapnya sedingin es.

Mereka berdua berjalan meninggalkan makam. Tiba-tiba mereka terhenti melihat seorang pria dewasa tampan berumur 40 tahunan menggunakan kemeja hitam yang menghampiri mereka.

"Ara, maaf saya terlambat." ucap pria itu dengan nafasnya yang terbata-bata dan keringat diwajahnya. Terlihat jelas pria itu habis berlari.

"A-anda?" Ezaah sangat terkejut melihat kehadiran pria yang dikiranya tidak peduli padanya. Hadir ke pemakaman ibunya.

"Siapa dia Za?" Tanya Viola.

"Saya papanya Ara."



Tes



Ezaah meneteskan air matanya. Dia sangat terkejut ayahnya mengaku keberadaannya. Padahal selama ini dia selalu mengacuhkan Ezaah dan ibunya. Bahkan dengan teganya selingkuh dengan wanita lain.

"Maaf acara pemakaman telah selesai. Lebih baik Anda pulang sekarang."

Walaupun Ezaah senang, tapi Ezaah tetap tidak bisa berhenti membencinya.

"Tapi saya ingin bertemu Rosa."

Ezaah terdiam.

Edward melangkah melihat berbagai nisan yang ada disekitarnya. Dia mencari makam ibunya Ezaah. Tak jauh dari tempat Ezaah dan Viola berdiri, Edward berhasil menemukan makamnya.


Rosa Tan Priska


Edward menaruh sebuket bunga mawar putih yang dia pegang daritadi didepan nisan Rosa. Ezaah hanya menatapnya. Dia benar-benar tidak menyangka hal ini terjadi.

"Hai apa kabar Rosa? Masih inget aku? Aku lelaki b*jingan yang udah selingkuhin kamu dan acuhin anak kita." Suara Edward terdengar pilu.

"Maaf aku selama ini mengacuhkan kamu dan Ara. Maaf aku selalu nyakitin kamu. Maafin juga mami yang gak bisa menerima kamu. Tapi aku selalu mencintai kamu Ros. Selalu. Walaupun kamu sudah pergi." Suara serak Edward kini terdengar serak.

"Gak usah susah2 berbohong. Toh mama saya udah meninggal."

Ezaah berbicara dengan nada yang sangat dingin. Dia tak peduli walaupun air matanya terus mengalir diwajahnya dengan ekspresinya yang datar.

"Selama hidup kamu, aku selalu membuat kamu menderita." 

Edward seolah mengabaikan ucapan Ezaah tadi. "Tapi sekarang kamu bisa tenang. Aku akan menjaga Ara."

Mendengar ucapan ayahnya itu membuat Ezaah marah.

"Jangan sok baik deh! Saya tidak butuh anda! Saya bisa hidup sendiri!"

Ayah Ezaah bangkit dan menatap Ezaah.

"Biarkan saya menjalankan kewajiban saya. Biarkan saya menebus dosa saya Ra." Terdengar suara pilu dari nada bicara ayahnya.

Namun itu tidak cukup membuat Ezaah takluk. "Saya tidak peduli."

Ezaah melangkah pergi. Diikuti oleh Viola dibelakangnya. Ayahnya tidak mengejarnya. Membiarkan anak kandungnya membencinya. Sudah sepatutnya menerima hukuman dibenci oleh anaknya sendiri. Karena dosanya dulu pada ibunya.


Parkiran terlihat sangat sepi. Namun bukan hal itu yang diperhatikan Ezaah. Ezaah terhenti mendapati cowok bertubuh tinggi memakai pakaian serba hitam yang sedang berdiri didepan mobil Viola.

"Lo kenapa berhenti Za?"

Viola bingung dengan Ezaah yang tiba-tiba berhenti. Viola memperhatikan arah mata Ezaah terfokus melihat sosok cowok yang sedang berdiri didepan mobilnya.

"Kevin?!"

Sadar namanya dipanggil, cowok bermata coklat hazel itu tersenyum lebar melihat kehadiran Ezaah. Sedangkan Ezaah terlihat sangat pucat dan gemetar.

"Hai darling. How are you?"

Kevin langsung menghampiri memeluk Ezaah.



--- Part 33 ---


"Air dan minyak mustahil untuk bersatu. 

Tapi air dan minyak bisa hidup berdampingan, mengarungi danau. Membentuk pelanggi yg indah jika tersentuh matahari. 

Meski pelangi itu hanyalah sementara. Karena air akan kembali ke atas langit membentuk awan, dan minyak kembali ke perut bumi."


**********

-3 years ago-



"Miss A."

Seorang cowok berpakaian berantakan menghampiri Ezaah yang sedang membaca buku di kursi kantin. Ezaah melirik cowok itu dengan tatapan malas.

"Miss A, kita jalan yuk. Ada film baru di bioskop loh. Gue trakdir deh."

Cowok itu merangkul Ezaah tanpa dosa, Ezaah menatap cowok itu dengan tatapan tajam. Tapi cowok itu malah menatap Ezaah dengan senyuman tampannya. Ezaah pun menepis rangkulan itu.

"Kevin! Lo udah tau kan kalo gue udah punya pacar, So jangan ganggu gue apalagi jadi PHO. "

Kevin tertawa mengejek.

"Maksud Lo cowok Lo itu anak culun SMP Kencana? Cih! Dia tuh gak cocok buat lo. Ibaratnya lo sama dia bagaikan minyak sama air. Gak akan pernah cocok!"

"Lo salah! Air sama minyak emang gak akan pernah bersatu, tapi mereka bisa hidup berdampingan kan?! Perbedaan itu indah."

"Freak banget Lo, Lo itu lebih pantes sama gue, karena kita sama. Gue gengstar dan lo Miss A."

Miss A.

Itulah julukan yang diberikan seluruh murid SMP Mulia kepada Ezaah. Sudah jadi rahasia umum bahwa Ezaah adalah seorang cewek yang sering bergonta-ganti pasangan. Dengan kecantikan alaminya dan kecerdasannya serta sikap supelnya, membuat para cowok tertarik padanya.

"Itu dulu. Sekarang pacar gue cuma Excel. Dan gue sayang sama dia. Akan lebih baik kalo Lo menjauh dari gue dan dia."

Ekspresi wajah Kevin berubah seketika mendengar ucapan Ezaah. Wajahnya terlihat marah.

"Jadi selama ini Lo yang gue impikan dan gue kejar adalah semu? perjuangan gue selama hampir 3 tahun sia-sia?"

Nada suara Kevin terdengar dingin. Kevin memang mengejar Ezaah sejak pertama kali mereka masuk SMP.

Ezaah tertawa sumbang.

"Apa yang Lo perjuangin Vin? Selama ini Lo cuma maksain perasaan sepihak."

"Perasaan sepihak? Cih! Tapi kenapa cuma gue yang gak Lo terima diantara semua cowok yang Lo mainin?!"

Perkataan Kevin benar. Hanya Kevinlah satu-satunya cowok yang paling dihindari Ezaah. Karena Ezaah tau, berurusan sama ketua gengstar sama saja mengali kuburan.

"Ya seharusnya Lo seneng karena Lo gak jadi korban mainan gue."

"Tapi gue gak suka. Seterah gue dijadiin selingkuhan Lo kek. Yang jelas, Gue mau Lo."

Nada suara Kevin terdengar intens sambil memperhatikan tubuh Ezaah. Hal inilah yang paling ditakuti Ezaah.

"Lo gila yah? Selama ini gue cuma mainin perasaan. Bukan ngejual diri gue!"

"Ya terus bedanya apa?! Buka sedikit aja hati Lo buat gue dan gue janji gue bakal kasih kebahagiaan dunia buat Lo."

Ezaah berdecak dengan kesal. Ezaah sudah muak dengan tingkah Kevin. Ezaah pun bangkit berdiri.

"Pokoknya itu masa lalu. Dan gue tekanan sekali lagi, JANGAN GANGGU GUE SAMA EXCEL!"

Ezaah melangkah pergi meninggalkan Kevin sendiri. 

Kevin tertawa kecil. Dia semakin suka dengan Ezaah yang selalu menolak dirinya. Bisa dibilang, Kevin harus mendapatkan apapun yang dia inginkan. Termasuk Ezaah.



--- Part 34 ---


Excel menarik gas motornya dengan pelan. Tangan sebelah kirinya memegang sebuket mawar kuning. Meski sedikit sulit, tapi dia berusaha membawa buket bunga itu tanpa merusaknya sedikit pun. Ini untuk Ezaah.

Hari ini adalah acara perpisahan sekolah Ezaah. Ezaah akan perform menyanyikan lagu khusus untuk Excel. Hati Excel sangat bahagia saat ini. Akhirnya dia bisa mendapatkan cinta Ezaah.

Tiba-tiba beberapa motor menghadang Excel. Membuat Excel memberhentikan motornya.

"Ada apa ini?"

BRUG!!

Wajah Excel terkena tinju. Excel tersungkur jatuh karenanya. Satu tinjuan itu sukses membuat bibir Excel berdarah.

BRUG!

Belum sempat bangun, Excel sudah menerima tinjuan yang lainnya datang dari orang yang berbeda. Tendangan dari orang-orang itu juga dilambungkan ke tubuh Excel yang kurus itu.

Rasa sakit mengalir deras diberagai bagian tubuh Excel. Darah dan memar sudah mengelilingi tubuhnya. Kepalanya sudah mulai merasa pening.

"Mendingan Lo nyingkir dari kehidupan Ezaah atau Lo bakal nerima hal yang lebih parah dari ini!"

Excel tidak dapat mencerna perkataan orang tadi. Kepalanya terasa sangat pening.Mereka pergi meninggalkan Excel. Excel terbaring lemah di pinggir jalan yang sangat sepi.

Ezaah. Excel harus ke sekolah Ezaah sekarang. Pasti Ezaah menunggunya sekarang. Excel mencoba bangkit berdiri. Tapi sia-sia. Seluruh tubuhnya terasa nyeri.

Excel melihat buket bunganya yang tak jauh darinya. Buketnya telah rusak. Bahkan kacamatanya saja sudah pecah. Banyak juga darah yang sudah dia keluarkan.

Lama-lama arah pandangnya berubah menjadi biru. Terus semakin biru sampai hitam.



"Maaf Ezaah."

**********



Ezaah berdiri didepan pintu masuk sekolahnya. Matanya terus mencari seseorang. Dia tak peduli panas yang menyengat kulit dan membasahi potongan dress sedengkul berwarna creamnya basah oleh keringatnya. Dia juga tak peduli oleh tatapan orang-orang kepadanya.

Excel.

Dia terus memencet-mencet ponselnya. Menghubungi Excel. Tapi tak ada jawaban dari Excel. Dia khawatir pada Excel.

"Hai darling!"

Sapa Kevin yang baru datang ke Ezaah. Kevin menggunakan kemeja putih lengan panjang dan celana panjang. Disertai rambutnya yang selalu berantakan disisir ke belakang. Hal itu sukses memperlihatkan bentuk wajah Kevin yang tampan.

Kevin pun menghampiri Ezaah.

"Lo nungguin gue yah."

Ezaah tak memperdulikan kedatangan Kevin. Ezaah terus menelpon Excel. Disertai wajah Ezaah yang khawatir.

"Ezaah, disini panas. Ayo kita masuk."

Kevin menarik tangan Ezaah. Tapi Ezaah menarik tangannya.

"Gue lagi nungguin Excel."

"Cih! Cowok Lo itu gak bakal dateng. Palingan dia takut..."

"Lo bisa diem gak?" Ezaah menekankan suaranya.

"Lo kenapa bodoh banget sih! Ntar juga dia dateng sendiri tanpa Lo berdiri kaya orang bego disini."

Ezaah tak menghiraukan perkataan Kevin. Matanya terus celingak-celinguk mencari Excel dan terus menelpon Excel.

Tak lama kemudian, Ada seorang cewek menghampiri mereka berdua.

"Ezaaah, 5 menit lagi giliran elo."

"Bisa di undur gak?"

"Gak bisa Za, soalnya jadwalnya udah ditetepin kaya gini."

"Hmm gini aja deh, kalo dalam waktu 3 menit gue ga dateng, Lo blacklist aja gue."

"Okay." Cewek itu pergi.

Ezaah kembali menelpon Excel. Terlihat wajah Kevin yang sudah mengeras.

"Emangnya penting banget apa si culun dateng?" Kevin sudah mulai kesal.

"Sangat penting. Karena gue nyanyi khusus buat dia. Sia-sia gue nyanyi kalo dia gak dateng."

Kevin sudah sangat muak. Dia sangat bingung Ezaah sangat mengistimewakan Excel. Menurut Kevin, Excel hanya orang baru yang dateng ngehancurin kedekatannya dengan Ezaah. Kevin yang bertemu duluan dengan Ezaah, tapi kenapa Excel yang berhasil mendapatkan hati Ezaah?

"Lo percuma nungguin dia."

Ezaah memperdenyitkan dahinya.

"Maksud Lo?"

"Excel lagi sekarat dipinggir jalan raya. Dan mungkin sekarang dia baru ada dirumah sakit."

Ezaah membelalakkan matanya. Pikirannya sudah melambung jauh kepada Kevin berbuat hal Keji seperti itu. Dia sangat terkejut Kevin berbuat sejauh ini.

"Lo apain Excel?!" suara Ezaah mulai membesar dan serak.

"Anak buah gue ngeroyok dia tadi." Kevin berbicara dengan nada dan wajah datar.

"Dan Lo tega?!" Suara Ezaah tercekat. Cairan berwarna bening lolos dari matanya. "Lo jahat banget Vin. Sekarang dia ada dimana?" Ezaah mengoyangkan tubuh Kevin. Menantikan jawaban dari Kevin. Tapi Kevin tak bergeming.

"Please, dia ada dimana?" Air mata terus mengalir di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak mendengar orang yang paling dikasihinya itu sedang sekarat.

Kevin mengeretakan giginya. Dia kesal melihat Ezaah menangis seperti itu hanya demi cowok culun yang lemah.

"Lo tenang, dia sekarat, bukan mati. Ini dunia nyata Za! Bukan dongeng. Gue udah bilang kalo dia gak pantes buat Lo. Dan Lo tau sendiri inilah risikonya. Gue bisa melakukan hal-hal yang lebih dari ini."

Ya sudah seharusnya Ezaah sudah tau akan berisiko besar jika berurusan dengan Kevin. Tapi kenapa harus Excel?

"Kenapa Lo gak ngelakuin itu ke gue?! Gue yang udah nolak Lo! Ini gak adil Vin. Lo sakitin gue sesuka Lo tapi jangan sakitin dia." Suara Ezaah semakin serak.

"Lo bego! mana mungkin gue nyakitin orang yang gue sayang! Sekarang Stop belain dianya. Lo mau dia baik-baik aja kan?"

Ezaah mengangguk cepat.

"Lo tinggalin dia dan jadian sama gue. Dengan begitu gue gak bakal ngusik kehidupan dia."

Ezaah seketika terdiam. Selama ini Ezaah sudah nyakitin Excel dan bahkan sampai sekarang. Ezaah tidak bisa melakukan kejahatan seperti ini terus. Dia harus membuat Excel bahagia.

Ezaah menghapus air matanya. Ekspresi wajah Ezaah seketika menjadi datar.

"I'll do it."

Terukir senyum diwajah Kevin mendengar hal itu.

"Good girl. Sekarang Lo masuk ke dalem terus Lo perform. Lo nyanyi buat gue. Bukan buat si culun."

Ezaah mengangguk lemah. Dia berjalan dengan gotai bersama Kevin.

Para panitia sudah menunggu Ezaah sejak tadi. Ketua panitia pun langsung menyuruh Ezaah perform. Sebelum menaiki panggung, Ezaah membisikan pergantian lagu ke panitia. Panitia menerima hal itu.

Ezaah menaiki panggung itu. Memegang mic dengan gemetar. Dipikiriannya terus melambung ke Excel. Tapi biarlah sekarang Ezaah menyanyikan lagu untuk Excel. Dia tak peduli dengan Kevin.

You got me sipping on something

Kau membuatku meneguk sesuatu

I can't compare to nothing

Yang tak bisa kubandingkan dengan apapun

I've ever known, I'm hoping

Yang pernah kutahu, kuharap

That after this fever I'll survive

Setelah demam ini aku kan bertahan

I know I'm acting a bit crazy

Aku tahu tingkahku agak gila

Strung out, a little bit hazy

Berlama-lama, agak samar

Hand over heart, I'm praying

Pasrahkan hati, aku berdoa

That I'm gonna make it out alive

Bahwa aku kan bisa keluar hidup-hidup

The bed is getting cold and you're not here

Ranjang ini semakin dingin dan kau tak di sini

The future that we hold is so unclear

Masa depan yang kita penggah sungguh samar

But I'm not alive until you call

Tapi aku tak hidup hingga kau menelpon

And now I bet the odds against it all

Dan kini kupertaruhkan kemungkinan yang hampir mustahil ini

Save your advice cause I won't hear

Simpan nasehatmu karena takkan kudengar

You might be right, but I don't care

Kau mungkin benar, tapi kau tak peduli

There's a million reasons

Ada jutaan alasan

Why I should give you up

Mengapa aku harus berhenti mengharapkanmu

But the heart want what it wants

Tapi hati ini inginkan yang dimauinya

The heart wants what it wants

Hati ini inginkan yang dimauinya

You got me scattered in pieces

Kau membuatku hancur lebur

Shining like stars and screaming

Bersinar seperti bintang dan berteriak

Lighting me up like Venus

Membuatku bersinar terang bak venus

But then you dissepear and make me wake

Tapi lalu kau menghilang dan membuatku terbangun

And every second was like torture

Dan setiap detik terasa menyiksa

Hell over trip, no more so

Amat menyiksa, jangan lagi

Finding a way to let go

Menemukan cara tuk relakan

Baby, baby no I can't escape

Kasih, kasih aku tak bisa lari

This is a modern Fairytale

Ini adalah dongeng modern

No happy ending

Tak ada akhir bahagia

No winning ourselves

Tak ada menang sendiri

But I can't imagine

Tapi tak bisa kubayangkan

A life without

Hidup tanpa

Breathless moments

Saat-saat mencengangkan

Breaking me down, down, down, down


Yang menghancurkanku



--- Part 35 ----


Samar.

Excel membuka matanya dengan perlahan. Dia melihat sekitarnya. Dirinya ada disebuah ruangan. Ada beberapa alat medis disekelilingnya yang tak Excel ketahui namanya itu. Tapi yang membuat Excel heran adalah cewek disamping Excel yang sedang tertidur duduk dengan kedua tangannya sebagai tumpuannya.

"Paili.." Excel mengelus pelan kepala Paili. Paili pun sadar. Terlihat dengan jelas kantung mata Paili yang menghitam.

"Excel.. akhirnya Lo sadar juga. Gue udah panik setengah mati."

Paili memencet tombol disamping kasur Excel.

"Gila yah orang yang mukulin Lo sampe kaya gini."

Excel memperdenyitkan keningnya.

"Lo nungguin gue?"

"Iya lah gue khawatir sama Lo yang udah ga sadar 3 hari. Orangtua Lo sering jenguk tapi mereka tak nungguin Lo, jadi gue yang nungguin Lo deh."

Excel masih belum mencerna perkataan Paili. Dia masih bingung kenapa dia bisa disini. Ditambah lagi tidak ada Ezaah. Tunggu. Dia mulai ingat. Excel dikeroyok saat diperjalanan menuju sekolah Ezaah oleh segerombolan geng motor. Ezaah. Ya Ezaah. Dimana dia?

"Dimana Ezaah?"

Ada sedikit ekspresi tak suka Paili saat mendengar kata Ezaah dari mulut Excel. Tapi itu semua Paili tepis dengan senyuman yang dihiasi lesung pipitnya.

"Ezaah? Sorry gue gak tau dia dimana."

"Dia gak pernah kesini? Atau gak ada yang ngasih tau dia?"

"Gue udah berusaha hubungi dia. Tapi gak bisa. Nomornya gak aktif."

Excel terlihat cemas. Ezaah pasti marah. Itu pasti karena Excel yang tidak menghadiri acara perpisahan sekolahnya. Excel harus menemui Ezaah dan menjelaskan semuanya pada Ezaah.

"Lo jangan kebanyakan mikir. Lo baru sadar. Ntar Lo drop lagi."

Excel mengangguk. Tak lama kemudian, dokter dan suster datang mengecek keadaan Excel.

***

Excel sedang menatap kosong ke arah danau. Hanya memikirkan Ezaah. Disinilah tempat Excel bertemu Ezaah. Banyak kenangan yang membekas di danau kecil ini. Tentang Excel dan Ezaah.

Sudah 3 bulan berlalu sejak hari Excel sadar dari komanya. Semenjak itu pula Ezaah benar-benar hilang ditelan bumi. Excel sudah berusaha untuk menghubunginya tapi nomornya tidak aktif. Mencarinya ke sekolahnya, kerumahnya, menanyakannya pada teman-temannya. Tapi nihil. Ezaah benar-benar hilang.

Selama tiga bulan juga Excel jadi dekat dengan Paili. Teman sekelasnya yang selama ini dia abaikan. Excel sadar, bahwa Paili sangat peduli padanya. Paili sangat cocok dijadikannya sahabat.

Ajaibnya. Excel dan Paili mendaftar SMA yang sama. Bahkan memdapatkan jurusan yang sama. Walaupun berbeda kelas.

Tiba-tiba lamunan Excel terbuyar oleh sosok yang ia cari selama ini. Ezaah. Hatinya bersorak ria melihat sosok Ezaah yang ada disudut pojok danau sedang berdiri bersama seorang cowok. Tunggu, seorang cowok? Siapa cowok itu? Apa jangan-jangan Ezaah kembali selingkuhin Excel lagi?

Excel menahan dirinya untuk mendekati Ezaah. Dia memperhatikan gerak-gerik keduanya. Mereka terlihat seperti berbincang. Tak lama kemudian, cowok itu pergi.

Inilah saatnya bagi Excel mendekati Ezaah. Hatinya berharap Ezaah kembali padanya. Ezaah yang tak ditemuinya selama 3 bulan. Sangat sesak rasanya.

Dan mereka sekarang saling menatap satu sama lain. Terlihat jelas Ezaah yang terkejut melihat kehadiran Excel.

"Ezaah, kamu kemana aja? 3 bulan kamu ngilang dan siapa cowok tadi?"

Excel sangat berharap Ezaah akan menjelaskan alasannya menghilang yang bisa diterima oleh Excel dan cowok itu bukanlah orang yang penting.

"Dia pacar aku. Aku menghilang karena aku menganggap kita udah putus."

Perkataan Ezaah membuat hati Excel terasa sakit. Sangat sakit. Tapi itu semua dia tutupi oleh sikapnya yang tenang.

"Kamu pasti becanda. Kamu kan udah janji dan kamu gak mungkin ingkar."

"Aku serius. Tadi itu Kevin, pacar baru aku." Ada nada penekanan disana. Dengan ekspresi Ezaah yang terlihat datar.

Excel mencari kejujuran dimata Ezaah. Tapi ekspresi Ezaah yang sekarang sangat sulit untuk ditebak.

"Jadi, itu benar?" Ucap Excel dengan nada sedikit gemetar. Ada kekecewaan yang memancar dimata Excel meski ditutupi oleh kacamatanya.

"I-iya." Ezaah pun juga menatap Excel dengan tatapan yang serius. "Excel, dengar, aku minta maaf."

Excel berbalik tidak menatap cewek itu.

"Ezaah cukup! Buat apa maaf berkali-kali jika hasilnya sama. kamu meminta maaf dan aku selalu memaafkan."

Suara pilu menyelimuti ucapan Excel. Excel sangat kecewa dengan Ezaah. Sedangkan Ezaah hanya terdiam dan tak berani menatap mata Excel. Bukan karena amarahnya, tapi karena Ezaah tak mampu melihat orang yang dicintainya, Excel rapuh.

"Tapi kenapa za? Bukannya kamu udah janji ngga ngelakuin itu lagi? Tapi kenapa? Kenapa begini za?" Suara Excel terdengar semakin pilu. "Apa segampang itu kamu khianati aku berkali-kali? Aku ini manusia, punya perasaan za!" Lanjut Excel dengan suara yang mulai tegas.

Excel benar. Pikir Ezaah. Mungkin ini saatnya yang tepat untuk berpisah. Ezaah tidak bisa memaksakan untuk mempertahankan hubungan ini. Karena sesuatu yang dipaksakan tidak akan baik.

"Maaf yang terakhir kali." Suara Ezaah mulai terdengar serak. Membuat Excel menatap Ezaah. "Kalo gitu, kita putus aja." Dengan perlahan, Ezaah mengambil nafas lalu melangkah pergi.

Excel sangat terkejut dengan ungkapkan Ezaah, "tu-tunggu!" Ezaah tidak menghiraukan Excel, dia terus berjalan menjauh meninggalkan pesisir danau, termasuk Excel.

"Ezaah! Apa kamu lupa? Kamu kan yang pengen mempertahankan, tapi kenapa kamu yang nyakitin dan sekarang kamu pengen pergi? Kamu ngga bisa seenaknya saja ngacak-acak hati orang za!" Nafas Excel terdengar turun naik.

Mendengar itu, Excel berhenti melangkah. Cairan bening lolos dari kelopak mata hazel Ezaah. Ezaah langsung menghapusnya dari wajahnya yang putih. Ezaah menghirup nafas panjang, berusaha sebaik mungkin untuk menyimpan aroma dan bau Excel. Lalu melangkah pergi meninggalkan Excel sendirian di danau.


-Flashback End-

Bersambung ke part 36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar