Sabtu, 17 Agustus 2019

Novel : "Lament Meratapi Kehilangan" Part 56-59



---- Part 56 ----


Excel membanting tubuhnya dikasurnya. Dia sangat lelah. Lelah fisik dan mental. Apalagi, Baru saja Munella berhasil meretakan hatinya.

Ini baru retak, belum hancur. Batin Excel. Tapi pikirannya terus melambung ke pertanyaan, kenapa Munella melakukan hal itu? Dia sangat tak menyangka jika Munella akan menyakitinya. Padahal Excel sudah berusaha keras membahagiakan Munella. Apa Excel pernah melakukan kesalahan? Kenapa dirinya berakhir selalu diselingkuhin? Pertama Ezaah, dan sekarang Munella. 

Tapi akhir hubungannya dengan Ezaah hancur karena dirinya sendiri. Bukan karena Ezaah, tapi karena Excel yang berselingkuh. Apa ini yang dimaksud dengan KARMA?

"DRRTTT!!"

Ponsel Excel bergetar. Excel pun bangkit dari baringnya, lalu mengambil ponselnya di saku celananya.

Excel melirik siapa yang menelpon.

Unknown nomor lagi. Dia berdesis, lalu mengeser tombol hijau dilayar ponselnya.

"Siapa Lo sebenernya?!" Excel sudah kesal dengan semua ini. Ia merasa seperti dipermainkan.

"Eett! Jaga emosi Anda dulu, Rexcel." Suara disebrang sana masih tetap sama. Serak dan sulit dikenali.

"Gak usah bertele-tele! Gue tau Lo pasti Kevin kan!"

Si penelpon terdengar tertawa. Dia menertawakan Excel. "Jangan salah kaprah, Rexcel. Saya menelpon hanya ingin memastikan, apakah ucapan saya benar?"

"Jelas bener! Ini permainan Lo kan?! Lo sama Yogi mau ngerusak hubungan gue dengan Munella kan?!"

"Lagi-lagi Anda salah. Saya hanya memberitahukan kebenarannya saja, bahwa pacar Anda selingkuh dengan sepupu anda. Hmm.." penelpon berdehem sebentar. "Gimana rasanya? Sakit?"

Wajah Excel mengeras. Tangannya sudah terkepal sempurna. Excel bukan hanya marah, dia sakit. Siapa yang tidak sakit hati jika orang yang dicintai berselingkuh dengan saudaranya sendiri?

"Ada apa Rexcel? Apa sekarang Anda ingin marah? Apa ingin menangis?" terdengar suara tawa disebrang sana. Seolah Excel adalah bahan olokannya.

"Apa mau Lo?!" Suara Excel terdengar dingin.

"Mau saya simple kok. Ingin seumur hidup Anda, meratapi kehilangan." Terdengar sangat dingin.

Excel berdecih, "Jadi bener Lo Kevin?! Jangan bilang Lo lagi berusaha bales dendam karena Ezaah." Excel mengatur nafasnya. "Atau jangan-jangan, Lo disuruh Ezaah."

"Jaga mulut Anda! Saya yakin Anda akan menyesal mengatakan hal itu. Jika Anda ingin mengetahui tentang saya, temui saya besok, saat matahari terbenam di danau Ara."

"Kenap-"

Tut tut tut

Excel berdecak kesal. Dia benci dengan semua permainan ini. Pasti ini ulah Ezaah yang balas dendam kepada Excel. Dia pasti menyuruh Kevin untuk melakukan semua ini. Dan Yogi adalah adik kelas Ezaah. Tentu, ini semua telah direncanakan sebelumnya.

Berarti Munella tidak salah? Dia berkata benar? Aku harus menemuinya besok.


--- Part 57 ----

Excel memencet tombol bel rumah Munella. Ia sangat ingin bertemu dengan Munella. Dia sangat berharap Munella akan menjelaskan bahwa kejadian kemarin adalah salah paham, Munella telah diancam atau hal yang lainnya. Dan Excel terus berdoa hubungannya dengan Munella baik-baik saja.

Tak lama kemudian, Bi Ayu membuka pintu. "Oh De Excel. Tunggu disini yah, Saya panggil Non Munella dulu yah."

Disini? Biasanya Excel dipersilahkan masuk. Bahkan seharusnya Excel dan Bi Ayu sudah kenal akrab, karena hampir setiap hari Excel ke sini.

Meski banyak pertanyaan dikepala Excel, Excel hanya mengangguk dan menunggu bi Ayu yang sedang memanggil Munella. Dia bisa menjawab pertanyaan yang ada dikepalanya setelah bertemu dengan Munella.

Beberapa menit kemudian, Excel dapat melihat sosok yang ingin ditemuinya itu menghampirinya.

"Kak Excel.." Munella terlihat terkejut melihat kehadiran Excel. Sedangakan Excel tersenyum melihat Munella.

"Aku ke sini buat minta maaf karena sikap aku kemarin Mun." Excel menggegam tangan Munella. Wajah Munella masih terlihat bingung mendengar ucapan Excel.

"Tapi seharusnya aku yang minta maaf kak. Aku yang udah selingkuh sama kak Yogi."

"Tapi kamu menyesal kan dan gak akan selingkuh lagi kan?" Wajah Excel terlihat penuh harap. Ia sangat berharap Munella bilang "ya"

Munella menggelengkan kepalanya. Wajah Excel seketika memucat.

"Aku memang minta maaf karena selingkuh tapi, aku gak menyesal, karena aku cinta kak Yogi." Munella menarik tangannya. "Dan lebih baik kalo kita mengakhiri hubungan kita, karena aku gak mau ada penghalang dalam hubungan aku sama kak Yogi."

Munella menekankan kata penghalang dalam perkataannya. Dia memasang wajah datar tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia hanya menatap kosong ke arah Excel.

"Gak, kamu pasti bohong kan? Kamu pasti lagi diancem sama seseorang untuk melakukan ini kan?"

"Ini murni keinginan aku." Lagi-lagi Munella berkata dengan luwes tanpa ada tekanan apapun.

Excel menatap mata Munella lebih dalam. Dia berharap ucapan Munella hanyalah bohong belaka. Tapi ternyata tidak, Munella telah berubah. Di mata Munella sudah tidak ada tatapan lembut untuk Excel. Hanya ada tatapan kosong.

"Kalo kamu udah selesai ngomongnya, lebih baik kamu pergi dan jangan pernah temuin aku lagi."

PRAK!

Munella menutup pintu gerbangnya. Excel berdiri disana dengan wajah yang sangat terkejut. Dia tak percaya jika itu Munella.

Bukan hanya itu, hatinya sangat sakit. Bukan sakit karena Munella mengusirnya, melainkan sakit Munella mencintai orang lain. Kali ini Excel yakin, hatinya sudah bukan retak, tapi telah hancur.


---- Part 58 ----

Langit sudah mulai gelap. Munella terus berjalan ditengah tempat pemakaman umum. Dengan sebuket bunga ia gengam.

Langkah Munella terhenti didepan sebuah makam. Matanya memandang makam itu dengan nanar. Bunganya terjatuh. Tanpa sadar tubuhnya tumbang, sampai dia berlutut didepan makam itu.

Air matanya sudah tak tahan lagi ia tahan. Ia menangis sejadi-jadinya. Tangannya memeluk makam didepannya. Ia sangat rindu dengan seseorang yang ada di dalam makam itu. Sangat. 
Sakit. Mungkin melebihi dari makna itu. Air matanya yang selama ini ia keluarkan pun tak cukup untuk mengeluarkan rasa sakitnya.

Ia sangat menyesal dan sangat kehilangan. Ia sangat ingin memeluk lagi orang yang telah terkubur itu. Orang itu sangatlah berharga baginya, terutama orang itu adalah penyemangat ia hidup. Sang penyemangat hidupnya yang telah direngut oleh orang yang dicintainya.

"Kak... Aku kangen sama kakak." Munella terdengar sangat serak. "Kak aku pengen peluk kakak. Pengen main lagi sama kakak. Pengen bercanda lagi sama kakak..." Isaknya semakin menjadi.

"Aku tau, kakak pergi karena dia kan? Karena Excel! Tapi tenang kak, aku udah balesin dendam kakak. Aku udah menyakiti Excel untuk kakak. Bahkan dia sekarang mengemis cinta ke aku kak!"

Seketika dada Munella terasa sesak. Ia tersenyum kecut memikirikan betapa bodohnya dirinya. Nyatanya, bukan hanya Excel yang tersakiti. Tapi dirinya juga tersakiti. Ia hanya menutupi itu sedalam mungkin.

"Kak aku benci Excel kak!" Munella setengah berteriak. "Tapi, aku juga cinta dia kak." Suaranya melemah. "Kenapa takdirku harus begini kak? Kenapa aku harus terjebak antara cinta dan benci? Aku sakit kak.." Munella tenggelam lagi dalam isaknya.

"Aku bingung kak. Aku butuh kakak. Tapi kenapa kakak pergi ninggalin aku kak? Kenapa bukan aku aja yang gantiin posisi kakak? Aku lelah kak."

"Kak, aku ingin membuat keputusan. Aku mohon, semoga kakak gak akan marah sama keputusan aku. Karena aku sayang kakak dan Excel."



--- Part 59 ----

Excel berdiri didepan danau. Dia memperhatikan orang-orang yang sedang ada di sekitarnya. Dia sekarang sangat penasaran dengan si penelpon yang mengetahui segalanya.

Jam sudah menunjukan pukul 6. Mentari pun juga sudah mulai terbenam. Seharusnya orang itu sudah ada disini. Tapi dimana dia? Apa Excel Cuma dijadikan lelucon?

DRTT!!

Ponsel Excel bergetar. Excel pun melihat layar ponselnya.

Unknown nomor.

Ia langsung mengeser warna hijau dilayar ponselnya.

"Lo dimana?"

Si penelpon tertawa sumbang. "Ya ada di danau."

Excel pun seketika memperhatikan orang-orang disekitarnya. Tidak ada yang sedang menelpon ataupun kelihatan mencurigakan.

"Dimana Lo? Jangan main-main!"

"Sabar dulu Rexcel. Saya emang ada di danau. Tapi bukan tepat didepan danau."

"Terus Lo dimana? Di parkiran? Di depan pintu masuk?"

"Bukan. Tapi saya di tempat rahasia danau ini."

Excel memperdenyitkan dahinya. Ia sangat mengenal danau ini. Tapi selama ini dirinya tak tau jika danau ini ada tempat rahasia.

"Dimana itu?"

"Pergilah ke arah tebing pojok."

"Maksud tempat rahasia itu pojokan?" Excel tertawa kecil.

"Turuti saja!"

Excel pun berdecak. Sebenarnya dia sangat tidak suka dipermainkan seperti ini. tapi dia harus melakukannya jika ia ingin mengetahui yang sebenarnya.

Ia melangkah mendekati tebing. Semakin ia mendekati tebing, semakin sepi dan gelap. Sampai ia tiba di pojok tebing. Tidak ada orang sama sekali disini.

Dahinya berkerut melihat ada sebuah pintu di tebing itu.

"Jika Anda sudah menemukan pintu pada tebing itu, masuklah." suara si penelpon.

Dengan perlahan, Excel pun membuka pintu itu. Hal apapun bisa terjadi padanya. Dia harus sangat berhati-hati. Orang yang menelponnya ini bukanlah orang sembarangan. Excel mengantungi sebuah pisau kecil, Ia juga sudah menyiapkan nomor telpon polisi jika ada hal-hal yang tak diinginkan.

KREK! Pintu berlumut itu pun terbuka. Excel membelalakan matanya ketika melihat apa yang ada didalam pintu itu. Ternyata itu adalah sebuah gua. Bukan gua yang menyeramkan seperti yang ada dipikirannya, melainkan gua yang sangat indah.

Indah. Sangat indah. Batinnya.

Excel pun melangkah masuk. Memperhatikan sekitarnya. Sungguh luar biasa menurutnya. Meski gua ini tebilang tak terlalu besar, namun tak mengurangi aksen keindahan gua ini. Banyak tanaman, bunga-bunga, bahkan ada air terjun diujung sana.

Mata Excel memperhatikan setiap detail gua ini, sambil menganggumi keindahan gua ini. Tapi, ada satu hal yang membuatnya terhenti. Tulisan pada dinding gua.

"Nyawamu bisa bergetar. Dadamu akan terasa sangat sesak bahkan bisa berhenti bernafas. Perasaan sakit, kecewa dan menyesal akan mengalir seperti racun diseluruh tubuhmu.

Kehilangan.

Dan bagaimana jika kau meratapi kehilangan itu? Kau akan hidup sebagai mayat."

Excel berdegik ngeri melihat tulisan itu. Mungkin sang pemilik taman ini memiliki hidup yang suram, menurutnya. Excel pun melanjut melangkah sampai di depan air terjun.

Dahinya berkerut melihat seorang cowok berpakaian serba hitam yang membelakanginya. Excel pun mematikan sambungan telponnya dan menaruh ponselnya disaku celananya.

"Siapa Lo?"

Seketika cowok itu berbalik. Mata Excel membelalak melihat cowok itu. Ia bahkan pangling melihat cowok itu. Cowok yang sama sekali tidak ia duga.

"Ziovan?"

Zio pun tersenyum miring. Dulu wajahnya berkarisma, sekarang wajahnya terlihat sangat kejam. Ditambah lagi, tubuhnya yang dulu kurus sekarang berisi. Model rambutnya juga ia ubah memanjang sampai ke bahu.

"Hai, apa kabar Rexcel."

"Gak usah basa-basi! Apa mau Lo?!"

"Saya udah bilang, Ingin seumur hidup Anda, meratapi kehilangan."

"Maksud Lo apa?!" Suara Excel mulai terdengar lantang. "Terus kenapa Lo memperalat Munella?!"

Zio tertawa melihat Excel yang marah. "Gue? Memperalat Munella?" Tawa Zio seketika terhenti, diganti dengan tatapan tajam mengarah ke Excel. Tapi Excel tak terpengaruh oleh itu. Dia tak ingin menjadi lemah yang kesekian kalinya.

"Lo terlalu bodoh menilai orang lain." Lanjut Zio.

"Gue salah menilai Munella?" Excel berdesis. "Pasti Lo ngeracunin pikiran dia kan?!"

Zio tertawa lagi. Kali ini tawanya menggelegar di dalam gua. Terdengar sangat mengerikan.

"Excel.. Excel.. Asal Lo tau aja yah. Ini semua murni rencana Munella. Dan lo salah besar bilang gua memperalat dia. Karena dia yang minta tolong ke gue."

Excel mengerutkan keningnya. "Untuk apa dia ngelakuin itu?"

"Untuk apa?" Zio menatap Excel semakin geli. Seolah Excel adalah manusia paling bodoh. "Ya Lo tau kan Munella itu adalah adik kandung Paili. Dia pasti dendam sama Lo. Dia dateng ke gue, minta bantuan gue cariin cowok yang pas buat ikut permainan ini. Dan ya. Yogi sepupu Lo, pas buat jadi pemain."

"Tapi dia beda sama Paili! Dia cewek polos! Pasti ini alibi Lo sama Ezaah buat ngehancurin gue sama Munella." Excel menatap tajam ke Zio.

"Lo emang benar-benar bodoh yah. Justru yang polos itu yang paling berbahaya." Zio mendekati Excel. Dia menatap Excel mengindimidasi. "Dan jaga mulut Lo ketika mengucapkan tentang Ezaah."

Excel tersenyum miring mendengar Zio.

"Jadi bener dia dalang dari permainan ini."

"Jaga mulut Lo!" Suara Zio terdengar sangat keras. Rahangnya telah mengeras. Tangannya sudah mengepal sempurna. Dia terlihat sangat marah. Tapi Excel tak menghiraukan itu.

"Ternyata Ezaah bisa ngelakuin hal meren-"

BRUK!!

Satu pukulan jatuh ke wajah Excel. Excel tersungkur jatuh karenanya. Sakit memang, tap seketika itu juga ia pun bangkit. Menatap Excel dengan menaikan kepalanya. Dia juga sudah naik pitam oleh tingkah Zio.

"Lo udah nyakitin Ezaah di dunia, dan Lo mau nyakitin Ezaah lagi di alam baka?! Punya hati gak sih Lo?!"

Seketika emosi Excel menurun. Excel menautkan alisnya. Ia bingung dengan perkataan Zio, alam baka.

"Maksud Lo?"

Zio berdecak kesal. Dia sangat kesal dengan Excel yang menurutnya sangat bodoh. Dibenaknya, berpikir bagaimana Ezaah bisa mencintai pria sebodoh Excel.

"Ezaah udah meninggal."

Suara Zio terdengar seperti sambaran petir bagi Excel. Wajah Excel pun seketika pucat. Tubuhnya mulai bergetar. Emosi yang sedari dipendamnya hilang entah kemana.

"Lo bohong lagi kan?! Iyakan!" Excel menaikan nada suaranya satu oktaf.

"Maksud Lo, gue berbohong bilang orang yang gue paling sayang meninggal dunia?! Lo bener-bener manusia paling BODOH!"

Excel terdiam sejenak. Melihat mata Zio. Tidak ada kebohongan disana. Tubuh Excel seketika melemah. Dia lemas, sampai ia terduduk di tanah.

"Ezaah meninggal karena penyakit Sindrom Alport. Penyakit keturunan dari mamanya. Dia gak mau berobat, dia memilih disuntik mati." Suara Zio mulai serak. "Dan bodohnya kita, penyuntikan itu terjadi keesokan hari pas kita ngerayain perpisahan." Zio menatap kosong ke arah air terjun. "Ternyata itu bukan perpisahan kelulusan SMA, tapi perpisahan sebelum Ezaah pergi untuk selamanya."

Excel hanya bisa terdiam. Ia tak menangis. Ia juga tak tertawa. Ekspresi wajahnya datar. Dia bingung harus bagaimana. Kematian Ezaah ini sangat mengejutkan untuknya.

"Tapi kenapa dia memilih menyerah?" Excel bersuara serak.

"Gue juga gak tau kenapa, mungkin dia mau menyusul mamanya, atau karena Lo yang buat dia hancur."

Zio benar. Mungkin saja Ezaah yang memilih menyerah karena Excel telah mendua. Dia telah selingkuh dengan Munella dan terang-terangan memilih Munella. Dan dengan senyumnya, Ezaah menunjukan bahwa dirinya baik-baik saja. Ternyat dia begitu terluka, sampai mengakhiri hidupnya. Excel sekarang merutuki dirinya yang bodoh.

Hati Excel yang sudah hancur karena Munella, kini seperti bakar setelah mendengar kematian Ezaah. Walaupun dia sudah tak mencintai Ezaah, tapi Ezaah pernah menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi Excel.

Nyawa Excel terasa bergetar. Dadanya terasa sangat sesak bahkan ia sulit bernafas. Perasaan sakit, kecewa dan menyesal mengalir seperti racun diseluruh tubuh Excel.

Jadi ini yang makna dari tulisan itu, Ezaah merasakan ini. Perasaan persis yang Excel rasakan saat ini. Sangat jelas pemilik danau ini adalah Ezaah sendiri, dan yang membuat ini semua adalah Ezaah sendiri. Dan juga gua ini tersembunyi.

"Lo berhasil Zio, Lo udah buat gue menyesal. Bahkan sama persis seperti yang ada di tulisan gua ini." Excel berbalik mengarah pintu. "Dan gue pasti meratapi kehilangan ini seumur hidup gue."

Excel pun melangkah keluar meninggalkan Zio didalam sana. Dia sekarang tau, alasan ada pintu rahasia di danau ini. Itu adalah pintu hati Ezaah yang ia sengaja sembunyikan.

Hatinya indah dan tersiksa.


Hatinya indah dan tersiksa


Bersambung ke part 60     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar