Sabtu, 17 Agustus 2019

Novel : "Lament Meratapi Kehilangan" Part 50-55




--- Part 50 ---

6 MONTH LATER

Tus demi Tus suara piano mengisi ruangan. Alunannya terdengar sangat menyentuh. Lembut. Setiap nada dimainkan dengan baik tanpa ada kecepatan ataupun terlambat. Alunan itu terdengar sangat menyayat hati. Pianis memainkannya dengan tenang dan sangat menghayati permainannya.

Namun permainan Munella tak dapat membuat Excel terharu. Excel terlena dengan permainan piano Munella. Tangan Munella sangat gemulai menekan setiap tus piano dengan lembut. Excel sangat bersyukur pada Tuhan dia bisa mendapatkan gadis seperti Munella. Jujur dan polos. Tidak seperti kakaknya. Excel tersenyum miring mengingat kakaknya Munella. Ya Paili. Dia sekarang sedang mendekam di jeruji besi untuk waktu yang cukup lama.

Tanpa sadar, Excel sudah tidak dapat mendengar alunan piano Munella. Excel melihat Munella sudah tak menekan tus piano lagi. Ternyata, permainan piano Munella telah berakhir.

"Kok cepet banget selesainya?" Excel mendekati Munella yang wajah memerah dengan pipi yang digembungkan. Munella marah.

"Aku kan main nya lagu sedih. Kenapa kamu seneng gitu?" Munella memajukan bibirnya. Excel tertawa melihat tingkah Munella.

"Ya kan emang aku lagi seneng." Excel memegang kedua tangan munella dan menatapnya penuh kasih. "Aku seneng karena operasi cangkok kamu berhasil." Excel mencium tangan Munella.

Munella tersenyum atas perlakuan Excel. Seolah kekesalannya lenyap dalam sekian detik.

"Makasih yah kak selalu nemenin aku."

"Aku cuma nemenin kamu. Seharusnya kita berterima kasih ke Tuhan dan orang yang udah donorin jantung buat kamu."

"Sayang yah, orang pendonor masih dirahasiakan sama dokter." Munella terlihat sedih. Excel langsung mengusap rambutnya.

"Kita doain aja yah." Excel berpikir sejenak. "Besok habis aku pulang pulang kampus kita jalan yuk."

Munella seketika wajahnya kembali sumringah. "Mau!!"

"Tapi kemana yah."

Mereka berpikir. Memikirkan tempat menyenangkan yang mereka bisa kunjungi.

"Gimana kita ke danau yang pas diundang kak Ezaah." Munella menatap dengan penuh harap.

Wajah Excel seketika memucat. Pergi ke danau itu, berarti menggenang Ezaah lagi. Kenangan Ezaah yang sakit hatinya karena Excel. Ezaah yang sudah lama ia tidak hubungi. Seolah Excel menghilang begitu saja ditelan bumi.

"Kak? Kok melamun sih?" Munella membuyarkan lamunan Excel. Seketika Excel sadar dari lamunannya. Excel langsung memasang senyum ke Munella.

"Gapapa kok Mun. Besok kita ke danau, tapi kamu harus selesaiin tugas sekolah kamu dulu."

Munella hanya mengangguk riang. Excel sekarang memeluk Munella dengan lembut.

"Aku ngga tau gimana jadinya kali hidup aku tanpa kamu Mun. Kaya bumi, pasti tidak akan lengkap tanpa bulan."

"Makasih yah kak. Udah sayang sama Aku."

Excel mencium ujung kepala Munella dengan lembut.

***

ARA'S LAKE

Plang besar didepan gerbang danau terlihat sangat jelas. Tak seperti biasanya, Pintu gerbang besar itu terbuka. Banyak orang yang berlalu-lalang masuk dan keluar danau. Danau ini sudah tak didatangi oleh Excel, terakhir adalah acara perpisahan yang diadakan oleh Ezaah 6 bulan yang lalu.

"Wah udah dibuka buat umum yah."

Munella terperangah melihat sekitar danau yang ramai.

"Jadi danau ini milik keluarga Ezaah." Batin Excel.

Mereka berdua memasuki danau. Sudah ada beberapa perubahan di danau. Ada beberapa angsa yang sedang berenang. Ada orang yang menikmati berlayar didanau dengan perahu. Danau yang bening terlihat jelas banyak ikan-ikan didalamnya. Ada beberapa anak kecil yang memberi makan ikan. Bunga-bunga yang tertanam pun juga banyak jenisnya. Lingkungannya sangat bersih dan asri.

Munella terus mengambil photo menggunakan ponselnya. Dia sangat kagum dengan keindahan danau kecil itu.

Excel pun turut senang melihat munella bahagia. Excel memperhatikan kursi-kursi taman yang sejajar.

Ada seseorang yang dia kenal. Cowok yang menggunakan seragam putih abu-abu yang sedang menatap kosong ke arah danau. Excel pun menghampirinya bersama Munella.

"Yogi?"

Seketika wajah Cowok bernama Yogi itu melihat Excel dan Munella. Yogi tersenyum menyadari kehadiran Excel.

"Excel? Lo bolos kuliah yeh."

"Lah gue mah kaga. Lo kali yang bolos."

"Gue lagi males sekolah." Yogi baru sadar ada kehadiran Munella disamping Excell. "Dia siapa? Cewek Lo yah?"

"Ohya, kenalin ini Munella, pacar gue. Munella, ini Yogi. Sepupu aku."

"Munella."

"Yogi."

Munella dan Yogi berjabat tangan dan tersenyum. Mereka menatap satu sama lain. Sampai akhirnya mereka menarik tangan masing-masing.

"Lo mau makan? Kita makan yuk."

Yogi mengelengkan kepalanya.

"Gak lah, gue jadi obat nyamuk lagi."

"Gapapa, ikut aja. Daripada sendirian." Kali ini Munella yang membujuk Yogi.

"Ehmmm..."

Yogi terlihat seperti berpikir sejenak. "Oke deh gue join."

Mereka memilih makan disebuah caffe dekat danau. Excel duduk disamping Munella dan Yogi duduk didepan Munella.

"Yogi itu anak band tau Mun."

"Ohya? Keren" Wajah Munella langsung sumeringah. "Kakak bisa main alat musik apa?"

"Ehm.. Cuma gitar dan drum. Gue rencana mau belajar piano juga."

"Piano? Cewek gue pianis."

"Serius?" Yogi menatap Munella tak percaya. Munella hanya membalasnya dengan senyumanya.

"Kalo gitu, mending gue belajar sama Lo aja Mun. Ntar gue bayar deh."

"Boleh. Tapi gak usah bayarlah."

"Tapi gak enak gue."

"Gapapa kok."

"Seriusan nih?"

Munella mengangguk.

"Boleh nih gue belajar sama cewek Lo?" kali ini Yogi bertanya sama Excel.

"Ya gue sih boleh-boleh aja."

Yogi tersenyum bahagia. Dia tak menyangka akan mendapatkan guru piano secara gratis. Bukan berarti Yogi tak mampu, hanya saja kalo ada yang gratis kenapa tidak?

"Lo berdua udah berapa lama pacaran?"

"Hampir 7 bulan." Munella menjawab.

"Lo kelas berapa?"

"9 kak. Kalo kakak?"

"12, sekolah dimana?"

"Home schooling, rencananya nanti SMA mau umum. Kalo kakak sekolah dimana?"

"SMA Neo."

"Wah itu kan SMA kak Ezaah yah kak?" Munella melirik Excel yang sejak tadi sibuk melihat menu. 

Excel hanya menganggukan kepalanya. Dia tak mau berbicara banyak tentang Ezaah.

"Ezaah? Siapa yah?"

"Dia lulus tahun kemarin. Dia cantik tau. Dia kan juga sodara kakak juga kan? Kakak gak kenal?"

Yogi menautkan alisnya.

"Ezaah? Kayanya gak ada.."

"Ezaah itu sodara dari tante papa gue. Mungkin Lo gak kenal. Soalnya dia juga jarang keliatan." Bohong Excel.

"Tapi gak kenal Ezaah?" Munella menimpal lagi pertanyaan yang sama.

Yogi berpikir sejenak. Di sekolahnya memang banyak cewek cantik-cantik. Dia juga mengenal adik kelas maupun kakak kelas. Tapi dia tak mengenal yang namanya Ezaah. Bahkan katanya Ezaah adalah sodara Excel. Seharusnya Yogi tau.

"Sorry, tapi gue emang gak kenal."

Excel menghembuskan nafas lega. Ezaah memang tertutup. Walaupun orang friendly seperti Yogi pun tak akan kenal.

"Udahlah, kalian emang mau ngobrol aja? Ayo pesen makanan."

Munella dan Yogi menangguk bersamaan dan mulai melihat menu makanan. Entah berapa lama lagi Excel bisa menutupi kebohongan ini dari Munella. Tapi pasti suatu saat kebohongan akan terungkap.

--- Part 51 ---

Langit sudah berwarna gelap. Namun, hal itu tidak dapat mempengaruhi semangat Yogi berlatih piano. Munella memberikan segala intruksi dan arahan kepada Yogi dengan sabar. Sampai pada akhirnya, jam menunjukan pukul 19.38 mereka mengakhiri pembelajaran mereka.

Yogi duduk bersama Munella di balkon rumah Munella. Kebetulan, Banyak bintang yang tersebar di langit. Membuat malam terasa indah.

"Kakak lumayan juga."

"Ah masa sih?" Yogi mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Perasaan tadi gue banyak miss nya deh."

"Tapi kakak cepet ngertinya."

"Ya kata gue sih itu biasa aja." Yogi menatap Munella. "Thanks yah." Yogi tersenyum menunjukan giginya.

Munella tertawa kecil melihat coklat menempel di gigi Yogi.

"Kok lo malah ketawa?"

"Sorry kak. Tapi di gigi kakak ada coklat."

Wajah Yogi pun seketika memerah. "Di-dimana?"

"Di gigi paling depan."

Yogi langsung menghapus coklat itu menggunakan kukunya. Dia panik sekaligus malu.

Munella tertawa lepas tak menyangka seorang anak band yang ternyata tak keren.

"Ternyata anak band bisa bertingkah konyol juga yah."

"I-itu manusiawi lah." Yogi menatap ke langit. Dia malu melihat wajah Munella.

"Tapi kalo kakak gak ada keren-kerennya."

"Iya juga sih. Tapi gue emang gini orangnya. Simple aja."

Yogi memang anggota band yang paling cuek pada penampilannya. Setiap ngisi acara, dia hanya menggunakan kaos dan celana jeans. Tidak ada aksesoris lain selain jam tangan.

"Emang kalo penampilan biasa aja gak ditegur sama anggota lain?"

Yogi menangkat bahunya. "Ya i dont care." Yogi menatap Munella. "Lagian yang diliat itu kemampuannya, bukan penampilannya. Makanya ada kalimat, don't judge people by the cover."

Munella tersenyum.

"Cowok ini sangat unik." Batinnya.

"Anyway, nyokap bokap Lo kemana?"

"Mereka lagi ada perjalanan bisnis."

"Lo selalu sendirian kaya gini?"

Seketika wajah Munella berubah.

"Ehm.. Iya, kalo dulu sih ada kak Paili. Kak Excel juga kenal kak Paili."

"Terus dia kemana?"

"Di penjara."

Yogi menelan ludahnya. Dia memperhatikan wajah Munella yang memucat. Sepertinya Yogi salah berbicara.

"Ehm.. Besok gue libur, gimana kalo kita main keluar?"

Seketika wajah Munella kembali berseri.

"Kemana?"

"Ada deh. Ikut aja. Ajak Excel juga."

"Tapi kak Excel lagi pergi ke Inggris."

"Oh yaudah kita berdua aja."

Munella mengangguk senang.


--- Part 52 ---


Langit sudah berwarna orange, Munella masih menunggu Yogi di depan gerbang rumahnya. Sekarang pukul 17.02. Mereka janjian pukul 17.00, Seharusnya Yogi sudah datang.

Munella menghembuskan nafas kesal. Karena dia tak biasa dan tak suka menunggu lama-lama. Ia terus memperhatikan lalu lalang kendaraan yang lewat.

Matanya berbinar ketika ia melihat seseorang menggunakan sepeda Hybrid yang datang menghampirinya. Wajah Munella seketika kembali berseri. Karena orang yang dia tunggu telah tiba.

Yogi pun tiba di hadapan Munella dengan berkeringat. Munella menyambutnya dengan senyuman ramah.

"Sorry lama yah." ucap Yogi ngos-ngosan.

Munella menggeleng, "Kakak cuma telat 5 menit kok."

"Syukur deh." Yogi menghembuskan nafas, "Ayo berangkat."

Munella mengangguk dan langsung menaiki sepeda Yogi. Munella berpegangan pada pundak Yogi. "Maaf yah kalo berat."

Yogi tertawa kecil, "Lo gak berat kok Mun. Liat nih gue bakal ngebut."

Yogi mengayuh sepedanya dengan kencang. Seketika Munella terkejut.

"Kak jangan ngebut! Aku takut!" Munella berbicara sembari menutup matanya.

Yogi tertawa lepas. "Seru kali Mun! Lo harus merasakan hal-hal yang menantang biar hidup Lo gak boring."

"Tapi aku takut."

"Tenang aja. Lo rasain guncangannya. Ini bener-bener seru. Percaya sama gue deh."

Munella perlahan membuka matanya. Ia terkejut, berbagai kendaraan Yogi selip dengan mudah, tanpa ada gesekan atau tabrakan. 
Dadanya berdetak kencang. Ini menegangkan sekaligus menyenangkan.

"Ternyata rasanya sangat menyenangkan kak." Munella bersorak ria.

"Bener kan? Rasanya kaya naik roller coaster."

"Seru banget!"

Mereka berdua sangat menikmati perjalanan mereka. Tanpa sadar, langit mulai gelap. Sampai pada akhirnya mereka berdua berhenti disebuah danau.

Munella turun dari sepeda Yogi dan menautkan alisnya.

"Kok kita ke danau sih? Kan aku udah tau tempat ini."

Yogi memarkirkan sepedanya di sebuah pohon.

"Ya semua orang udah tau danau ini. Tapi belum tau makna danau ini sebenernya."

Munella semakin bingung maksud dari perkataan Yogi. Tanpa bertanya banyak, akhirnya dia mengikuti langkah Yogi pergi.

Danau itu indah seperti malam ketika Ezaah mengadakan pesta perpisahan. Hanya saja, bunga-bunga lebih banyak, dan dekorasi lampu-lampu ditambah banyak.

Yogi membawa Munella ke ujung danau. Di ujung danau terdapat tembok seperti tebing yang tinggi. Tidak ada orang disana. Hanya ada Munella dan Yogi.

"Kak kok kita ke pojok begini?" Munella mulai resah, dan berpikiran negatif tentang Yogi.

"Jauhin pikiran mesum Lo. Gue gak tetarik sama body lo yang kaya pengilesan baju."

Tiba-tiba Munella berhenti. Membuat Yogi pun berhenti. Terlihat, Munella mengembungkan pipinya.

Yogi berdecak kesal. "Ayolah, percaya sama gue. Lo gak bakal nyesel ngeliat ini. Ini lebih seru dari naik sepeda tadi."

Dengan kesal, Munella pun melangkah bersama Yogi. 
Sampailah mereka di sebuah pintu yang terdapat ditebing itu. Pintu itu terlihat sudah berlumut dengan beberapa ranting pohon hampir menutupi pintu itu.

"Ini pintu apaan kak?"

"Ini pintu ke surga."
Munella mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?"

"Liat aja."

Yogi membuka handel pintu itu. Yogi dan Munella masuk ke dalam pintu itu. Munella tercengang apa yang dilihatnya.

Ada air terjun di dalam sini dan danau yang kecil di sana. Juga beberapa pepohonan. Ada beberapa jenis bunga yang tidak pernah Munella lihat sebelumnya. Ada beberapalampion yang menerangi. Pepohonan juga dihiasi lampu-lampu kecil yang menambah keindahan gua ini.

Tanahnya juga dialasi bebatuan yang disusun membentuk jalan ke arah air terjun tersebut. Langit-langit gua tersebar lampu-lampu kecil berwarna putih.

"Tempat ini... "

"Indah bukan?" Yogi melanjutkan ucapan Munella. 
Munella tak yakin kata indah cukul untuk mendeskripsikan gua ini.

"Lebih dari indah."

Yogi hanya tersenyum melihat wajah Munella yang terus menganggumi tempat ini.

"Ayo kita masuk."
Munella mengangguk dan mengikuti Yogi dari belakang.

Ada satu hal yang membuat Munella tiba-tiba terhenti, tulisan di dinding gua ini. Yogi pun juga ikut berhenti.

"Nyawamu bisa bergetar. Dadamu akan terasa sangat sesak bahkan bisa berhenti bernafas.  Perasaan sakit, kecewa dan menyesal akan mengalir seperti racun diseluruh tubuhmu. 
Kehilangan.
Dan bagaimana jika kau meratapi kehilangan itu? Kau akan hidup sebagai mayat."

"Tulisannya..."

"Bukan cuma itu doang, di sini juga ada..." Yogi menunjukan setangkai bunga tanam didalam pot keramik. Bunga itu diletakan diatas batu berbentuk meja bundar kecil. "Itu."

Di pot itu terdapat ukiran,
"Senyummu adalah Anugerah Tuhan yang terindah."

"Kok diantara setiap bunga, cuma bunga itu doang yang ditaro ke pot yah kak?"

"Gue gak tau, tapi setau gue itu bunga blue bells. Bunga yang sangat langkah."

"Artinya kak?"

"Gue juga gak tau apa artinya. Tapi, kayanya ini mengandung makna hati seseorang yang mendekorasi danau ini."

Munella menelan ludahnya.
"Misterius deh."

"Ya itulah alesan gue suka disini." Yogi tersenyum menatap sekitar.

"Kalo dikasih kesempatan sama Tuhan, gue pengen ketemu yang dekor nih tempat."

"Tapi kakak tau siapa?"

Yogi menggeleng, "Kalo gue tau, pasti orang udah gue udah kejar-kejar tuh orang buat gue tanya. Udah kaya paparazi gue."

Munella tertawa kecil. Munella bisa mengambil kesimpulan, Yogi orang yang sangat asik dan seru diajak ngobrol dan enak dijadikan teman.

Mereka melangkah mendekati air terjun. Terdapat beberapa batu cukup besar yang membentuk kursi, mereka pun duduk disana. Sambil memandangi indahnya tempat itu.

"Gimana kalo kita pecahin misteri si pendekorasi danau ini?" Saran Munella tiba-tiba yang sukses membuat mata Yogi membelalak.

"Ah iya, gue setuju!" Yogi ikut antusias. "Tapi gimana caranya?"

Munella berpikir sejenak, "Kita tanya orang-orang yang sering bersihin danau ini."

"Simple, tapi bagus! Gue suka. Kita coba besok." Yogi tersenyum lebar.


--- Part 53 ---

Keesokan harinya.

"Pak namanya siapa?" Tanya Munella kepada pertugas danau yang sedang menyapu. Seketika petugas itu menghentikan aktifitasnya.

"Anu.. Joko neng. Ada apa yah?"

"Kenalin, kita anak SMA Neo. Ada tugas sekolah untuk mewawancarai pahlawan. Ya seperti bapak ini."

Seketika Mata Joko berbinar. "Serius mas? Saya jadi artis dong?"

"Ya ngg-"

"Iya bapak jadi artis." Ucap Yogi memotong perkataan Munella. Seketika Munella bingung maksud Yogi. Tapi, melihat wajah Joko yang berbinar, Munella percaya Yogi punya rencana.

"Aduh gimana yah mas.. Saya jadi malu."

"Gak usah malu pak. Artis kan percaya diri dan saya percaya, bapak punya jiwa artis." Lagi-lagi ucapan Yogi membuat Joko berbinar.

"Terus saya harus gimana biar jadi artis mas? Saya perlu ganti baju dulu gak?" Joko menyisihkan sapunya ke pohon. Joko ingin beranjak pergi, seketika Yogi pun menahan Joko.

"Tunggu pak, gak usah pak. Bapak cuma menjawab beberapa pertanyaan dari kita."

"Serius mas? Tapi saya gak pinter mtk."

Munella dan Yogi sedikit geli mendengar perkataan Joko. Mereka berusaha menutupinya agar Joko tidak curiga kepada mereka.

"Gak tanya mtk kok pak. Cuma sedikit doang tentang kehidupan bapak."

"Oke deh saya coba." Joko tersenyum-senyum senang sambil merapikan pakaiannya.

Yogi dan Munella pun mengeluarkan beberapa kertas dan pulpen. Seolah mereka terlihat seperti wartawan. Hal ini membuat Joko semakin percaya diri.

"Pertama, berapa lama bapak kerja disini?" Tanya Yogi yang siap dengan pulpen dan kertasnya untuk mencatat jawaban Joko.

"Hampir 6 bulan. Ya dari awal danau ini dibeli sama pemiliknya."

"Pemiliknya? Siapa pak pemiliknya?"

Joko melirik ke arah atas. "Anu.. Saya lupa, kalo gak salah nama keluarganya.. Ea Hmm..." Joko terus berpikir keras. "Eaadi.. Eadignes!"

"Oh!" Munella dan Yogi meng-ohkan Joko. Meski, mereka tidak tau nama keluarga itu.

"Bapak tau gak alasan mereka beli danau ini pak?"

"Kalo itu katanya, anak perempuannya suka danau ini. Jadi mereka beli. Terus katanya juga, anak perempuan itu yang ngebuat danau jadi begini."

"Maksudnya anak perempuan itu yang mendekorasinya pak?" Kali ini Munella yang bertanya.

Joko mengangguk.

"Terus bapak pernah ketemu anak perempuan itu?" Tanya Yogi antusias.

Joko menggelengkan kepalanya. Ada sedikit kekecewaan dihati Yogi. Tapi seketika Yogi menepis itu.

"Jadi selama ini dia gak pernah kesini pak?"

"Ya mungkin mas. Soalnya saya gak pernah liat. Saya cuma pernah liat bapaknya aja." Joko menjeda ucapannya. "Tapi, katanya danau ini dikasih nama sesuai dengan nama anak itu. Ara."

Yogi dan Munella telah mendapatkan jawabannya. Nama pendekor danau ini. Ara Eadignes. Mereka hanya tinggal mencari tau keberadaan orang tersebut.

"Kalo gitu makasih yah pak atas wawancaranya." Ucap Munella yang hendak ingin pergi dengan Yogi.

"Et tunggu dulu. Saya gak jadi artis?"

Mereka berdua tersenyum. Menahan tawa atas kekonyolan dan kepolosan Joko.

"Bapak emang gak jadi artis, tapi bapak menjadi pahlawan kebersihan." Ucap Yogi yang sukses membuat Joko bingung seketika.

Tanpa menghiraukan ekspresi Joko, Munella dan Yogi pun pergi meninggalakan Joko dengan kebingungan. 


--- Part 54 ----


Excel menghela nafasnya ketika sudah duduk dikursi taksi. Perjalanan 16 jam sukses membuat tubuhnya remuk. Ditambah lagi dia tidak bisa tidur selama di pesawat. Sekarang, yang dia harapkan adalah kamarnya dengan kasurnya yang empuk.

"Drtt!!"

Suara getar ponsel Excel. Excel berdecak kesal, lalu Ia mengambil ponselnya di saku celanannya dengan malas. Dia mengerutkan keningnya melihat siapa yang menelponnya.

"Unknown"

Dengan ragu, dia pun mengeser warna hijau.

"Siapa ini?"

"...." Belum ada suara. Excel menunggu suara si penelpon sampai 3 detik. Masih tidak ada suara. Dia pun berdecak kesal.

"Oke kalo gak mau bicara, saya tut-."

"Kenapa Rexcel? Takut?" Akhirnya si penelpon bersuara. Suaranya terdengar serak dan sulit untuk dikenali.

"Siapa Anda?"

"Hmm bisa dibilang saya orang yang mengetahui segalanya."

"Tau segalanya? Cih emangnya Lo Tuhan!" Excel menggap si penelpon adalah orang iseng yang tak punya kerjaan.

"Jangan kesel dulu. Anda pasti lelah habis melakukan perjalanan dari London, mengunjungi ibu Anda yang sedang sakit."

Excel menautkan alisnya. Dia bingung kenapa orang ini bisa mengetahuinya. Pasti orang ini bukanlah orang sembarangan.

"Siapa Anda?"

"Jangan takut Rexcel, tenang saja. Saya ada dipihak yang netral."

"Netral? Maksud Anda?"

"Karena Anda tidak bisa mempercayai siapapun selain saya."

"Maksudnya apa sih?!" Excel mulai jenuh dengan ucapan orang ini.

"Lebih baik Anda pergi ke rumah pacar Anda."

"Maksudnya Munella? Lo ngapain Munella?" seketika Excel panik. Karena selama pergi ke London, Munella tidak memberikan kabar sama sekali ke Excel.

"Calm down." Orang disebrang sana sedikit tertawa. "Dia tidak saya sakiti. Saya sudah bilang, saya pihak yang netral."

"Terus maksudnya apa saya harus ke rumah Munella?"

"Anda harus mengetahui siapa sebenarnya pacar Anda."

"Maksudnya?"

Tut.. Tut.. Tut..

Telpon ditutup. Excel mendengus kesal. Kepalanya pusing karena lelah dan kantuk. Sekarang ditambah lagi oleh masalah ini. Rasanya kepalanya mau pecah.

"Pasti Kevin." batinnya. "Tapi kenapa?"

Excel semakin bingung. Entah bencana apa lagi kali ini. Tapi, Dia benar-benar khawatir sekarang dengan Munella.

"Pak, kita beralih tujuan tempat." Ucap Excel ke supir taksi.


--- Part 55 ---


Yogi me-rem sepedanya. Munella pun turun dari sepedanya.

"Thanks yah kak."

"Gak, seharusnya gue yang makasih, karena Lo udah temenin gue buat cari tau si pendekor."

Munella tersenyum. "Tapi aku masih punya utang sama kakak."

Yogi mengerutkan keningnya, "Utang? Utang apaan?"

Tiba-tiba Munella mencium bibir Yogi. Seketika Yogi terkejut. Dia bingung harus apa. Dia hanya terdiam. Tak membalas ataupun memberontak. Sampai seketika ada kehadiran seseorang diantara mereka.

"Mun?"

Munella melepaskan ciumannya, dan mendapati Excel yang berdiri dibelakangnya. Wajah Munella dan Yogi pucat seketika.

"Em.. Ka-kakak udah pulang?" Munella tersenyum kikuk.

Wajah Excel sudah merah. Dia menatap kedua orang itu dengan tajam. Yogi tau tatapan itu merupakan sinyal bahaya.

"G-gue balik dulu yah.."

BRUK!

Excel memukul wajah Yogi sampai membuat Yogi jatuh dari sepedanya. Nafas Excel naik-turun. Dia benar-benar marah. Pipi Yogi terlihat memar akibat pukulan Excel.

"Lo pengecut!"

Yogi menghapus darah yang timbul oleh pukulan Excel dengan gusar, lalu ia bangkit. Dia menatap Excel tak mau kalah.

"Gue pengecut?" Yogi tersenyum miring. "Cewek Lo tuh gak waras!"

Excel semakin geram. Tangannya semakin mengepal kuat. Dia benar-benar ingin menghabisi Yogi. Ia tak peduli Yogi adalah sepupunya ataupun musuhnya. Dia hanya tak rela membiarkan orang yang sangat dicintainya direbut oleh orang lain.

Tiba-tiba ada tangan seseorang yang memeluk Excel dari belakang.

"Kak maafin aku. Aku gak bermaksud selingkuh." Munella terisak. "Ta-tapi kak Yogi memaksa aku... Maksa aku buat jalan sama dia dan bahkan.." suara Munella terdengar serak. "Dia mencium aku."

Yogi memutar bola matanya. Yogi merasa jijik mendengar ucapan Munella. Dia tak menyangka sosok asli Munella yang seperti ini.

"Lo gila yah?! Ngapain gue maksa Lo?!" Suara Yogi mulai terdengar lantang.

"Udah kak, kita jujur aja kalo kita selingkuh." Munella terus menangis.

"Tapi kita gak-"

"DIEM!!"

Seketika ucapan Excel membuat mereka berdua terdiam. Excel melepaskan kedua tangan Munella dari tubuhnya. Dia menatap tajam ke Yogi dan Munella.

"Lo berdua, lebih rendah dari sampah!"

Excel melangkah pergi memasuki taksi yang tak jauh darinya. Dia meninggalkan mereka berdua tanpa menatap mereka lagi.

"Eh cewek stress! Maksud Lo apa tadi?" Yogi sangat kesal dengan kebohongan yang Munella telah perbuat.

Munella menatap datar Yogi sambil menghapus air matanya. Yogi benar-benar bisa mengambil kesimpulan bahwa cewek yang ada didepannya itu memanglah tak baik.

"Mengadu domba." Ucapnya dengan santai sambil menaikan alis satu.

"Lo gila yah?!" Yogi tak habis pikir dengan Munella. "Sebenernya apa yang ada diotak dangkal lo?!"

Tiba-tiba Munella mengeluarkan ponselnya.

"Ya.. Rencana sukses."

Munella langsung menutup telponnya dengan sambil menghembuskan nafasnya.

"Jadi ini serigala berbulu domba?" Yogi tersenyum miring.

Munella menatap Yogi dengan datar. Seolah tak memperdulikan ucapan Yogi tadi.

"Seterah lo mau ngomong apa, tapi makasih. Udah jadi umpan."

Munella melangkah pergi memasuki rumahnya. Meninggalkan Yogi dengan amarahnya. Tapi satu hal yang membuat Yogi bingung, Munella pergi dengan wajah tertekan, bukan senang.


Bersambung ke part 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar