Angin sore yang berhembus dengan lembut pun tidak dapat menenangkan suasana dingin di sebuah danau yang sepi. Berdiri disana hanya seorang cowok tampan dan cewek cantik yang terlihat sedang serius berbicara.
"Jadi, itu benar?" Ucap sang cowok dengan nada sedikit gemetar. Ada kekecewaan yang memancar dimata cowok berkacamata itu.
"I-iya." Cewek itu pun juga menatap cowok itu dengan tatapan yang serius. Meski ada kepedihan mendalam didalam mata hazelnya. "Excel, dengar, aku minta maaf."
Excel berbalik tidak menatap cewek itu. "Ezaah cukup! Buat apa maaf berkali-kali kalo hasilnya sama. kamu minta maaf dan aku memaafkan. Selalu seperti itu" Suara pilu menyelimuti ucapan Excel. Excel sangat kecewa dengan Ezaah.
Sedangkan Ezaah hanya terdiam seribu kata dan tak berani menatap mata Excel. Bukan karena amarahnya, tapi karena Ezaah tak mampu melihat orang yang dicintainya, Excel rapuh.
"Tapi kenapa za? Bukannya kamu udah janji ngga ngelakuin itu lagi? Tapi kenapa? Kenapa begini za?" Suara Excel terdengar semakin pilu. Excel menatap mata Ezaah. "Apa segampang itu kamu khianati aku berkali-kali? Aku ini manusia, punya perasaan za! Aku cape!" Lanjut Excel dengan suara yang mulai tegas.
Excel benar. Pikir Ezaah. Mungkin ini saatnya yang tepat untuk berpisah. Ezaah tidak bisa memaksakan untuk mempertahankan hubungan ini. Karena sesuatu yang dipaksakan tidak akan baik.
"Maaf yang terakhir kali." Suara Ezaah mulai terdengar serak. Membuat Excel menatap Ezaah dengan penuh tanya. "Kalo gitu, kita putus aja."
DEG! Kata itu membuat Excel diam seketika. Hatinya terasa sangat sesak. Excel menyentuh lengan Ezaah. "Ka-kamu becanda kan?"
Ezaah menggelengkan kepalanya. Ia menarik lengannya yang dipegang oleh Excel. Dengan perlahan, Ezaah mengambil nafas lalu melangkah pergi.
"tu-tunggu!" Ezaah tidak menghiraukan Excel, dia terus berjalan menjauh meninggalkan pesisir danau, termasuk Excel.
"Ezaah! Apa kamu lupa? Kamu kan yang pengen mempertahankan, tapi kenapa kamu yang nyakitin dan sekarang kamu pengen pergi? Kamu ngga bisa seenaknya saja ngacak-acak hati orang za!" Nafas Excel terdengar turun naik.
Mendengar itu, Ezaah berhenti melangkah. Tubuhnya membelakangi Excel. Cairan bening lolos dari kelopak mata Ezaah. Ezaah langsung menghapusnya dari wajahnya yang putih. Ezaah menghirup nafas panjang, berusaha sebaik mungkin untuk kuat. Lalu Ezaah melangkah pergi meninggalkan Excel sendirian di danau.
Ketika melihat Ezaah benar-benar menghilang dari pengelihatannya, Excel membuka kacamatanya.Ada perasaan sakit yang mengalir di dada Excel. Berusaha menghapus air matanya. Excel memangis. Ya, sekuat apapun cowok, jika ada seseorang berharga telah menyakitinya, maka ia bisa tumbang seketika.
*****
Part 1
"Setiap detik sampai sekarang yang telah aku lalui tanpamu. Selalu kamu yang ada merasuki pikiranku,jiwaku dan hatiku. Ku titipkan pesan rasa rindukku yang sangat menyakitkan ini kepada angin. Agar angin memberitahumu bahwa sampai saat ini aku masih belum bisa menghilangkan rasa ini dan mungkin tidak akan bisa hilang. Aku mencintaimu."
****
Aroma rumput, daun dan pepohonan disertai dengan semilir angin yang tenang cukup membuat seorang cewek cantik yang sedang duduk merasa damai. Dengan buku yang digenggam nya, menjadikan siang harinya di taman sekolah sangat indah baginya.
Rambutnya yang panjang kecoklatan berterbangan yang ia biarkan terutai. Mata coklat hazelnya terfokus kepada halaman buku digenggamnya.
"Hey apatis!" Panggilan tersebut membuat sukses membuat fokus cewek itu buyar seketika. Cewek itu pun menengok dan mendapati seorang cowok tampan.
Cowok itu pun menghampirinya dan duduk disamping cewek itu dengan percaya dirinya. sedangkan cewek itu memutar bola matanya dengan malas. Cewek itu kembali menatap halaman bukunya. Tak menghiraukan cowok disampingnya.
"Hei!! Gue ada orang disini" ucap cowok itu sambil melambai-lambaikan tangannya ke wajah cewek itu.
Cewek itu menutup bukunya. Ia menatap dengan tatapan dingin ke cowok bertubuh tinggi disampingnya. "Sepertinya anda lupa dengan nama saya. Nama saya Ezaah. E-Z-A-A-H." Ezaah sengaja mengeja namanya dengan perlahan.
"Dan nama gue bukan 'Anda' gue Zio. Z-I-O." Zio juga ikutan mengeja namanya.
"Seterah apa mau anda." Ezaah bangkit dari duduknya. Namun,tangannya ditahan oleh Zio.
"Tunggu." Terlihat sangat jelas mata hitam pekat milik Zio. Mata Zio juga menatap mata sedu kecoklatan milik Ezaah. Mata mereka saling bertemu.
Ezaah tersadar, Ezaah menarik tangannya yang dipegang oleh Zio dan membuang arah pandangnya ke arah lain. "Ke-kenapa?"
Zio mengeluarkan gantungan kunci kecil bunga seruni. Ezaah tertegun melihat gantungan tersebut.
"Lo suka bunga kan? Kebetulan gue lewat toko pernak-pernik terus beli ini deh." Zio tersenyum ramah menatap Ezaah.
Ezaah memperdenyitkan keningnya. "Untuk apa?"
"Ya mungkin Lo suka."
"Maaf" Ezaah menggelengkan kepalanya. "Saya enggak bisa Nerima ini."
"Za please, gue udah beliin buat Lo."
"Maaf tapi saya nggak butuh itu dan saya nggak pernah meminta itu." Suara Ezaah terdengar sangat datar.
"Cukup Za! Mau sampe kapan Lo begini Za?! Gue tau hidup Lo sebenarnya rumit kan?! Apa salahnya sih cukup terbuka sama satu orang aja." Zio sudah naik pitam. Karena dirinya sudah mendekati Ezaah dari kelas X.
"Anda salah mengira saya." Ezaah membalikan tubuhnya dan membelakangi Zio. "Lebih baik anda jujur pada diri anda sendiri. Hidup anda lebih kosong tanpa perasaan." Ezaah pun melangkah pergi.
Zio tertegun dengan perkataan Ezaah. Zio hanya tersenyum pahit. Bukannya ingin menyerah, tapi hati Zio semakin membara ingin mendekati dan menganalisis Ezaah.
"Pakeezah Eadignes Ara satu-satunya cewek yang sampai sekarang belum tuntas untuk diteliti."
***
"Ezaah!! Darimana aja?" Tanya seorang gadis berambut sebahu yang sedang asyik makan coklat di kelas.
"Oh ya viola, tadi saya abis ke taman belakang sekolah." Ezaah duduk dikursinya yang berada dibelakang Viola.
"Tumben baliknya cepet Za?" Tanya gadis yang duduk disamping Viola sedari menggambar anime.
"Lagi males aja Nes." Ezaah kembali membuka bukunya. Fokusnya terhadap perkataan perhalaman buku.
Viola dan Agnes hanya meng-ohkan alasan Ezaah. Mereka berdua merupakan teman dekat Ezaah. Hanya sering berbincang. Viola dan Agnes juga sangat terbuka. Hanya Ezaah satu-satunya yang tertutup. Meski demikian, Agnes dan Viola mengerti.
"Btw, telinga gue sakit tau. Gara-gara semalem ketiduran pake handset." Lirih Viola memengangi telinganya di belakang rambutnya yang terurai.
"Itu bahaya tau." Ezaah berucap tanpa mengalihkan pandangannya.
"Lah serius Lo Za?Gue juga pernah ketiduran pake handset." Sambar Agnes.
"Serius Lo? Lo sakitnya gimana? Terus Hilanginnya gimana Nes?" Tanya Viola.
"Gue sih ngga sakit tuh. Kan gue pake tuh handset, Tapi gue lupa nyalain lagunya. Udah keburu ketiduran." Terang Agnes polos.
Viola mendengarnya kesal. "Lah panteslah telinga Lo ngga sakit. Ngapain cerita kalo begitu" keluh Viola.
"Lah gue kan ngga salah? Kan tadi Ezaah bilangnya pake handset, dia ga bilang pake handset terus nyalain musik kan?"
Viola tertawa mendengar alasan Agnes. Sedangkan bibir pucat Ezaah tidak bergeming sama sekali.
"Woy lo pada classmeeting ketawa aja, kerjain tuh tugas dari Bu Erni!" Sambar seorang cowok yang kebetulan ada disampingnya meja mereka.
"Apa sih Do? Eet salah, ketos otoriter!!" Sambar Viola tak mau kalah.
"Gue bilangin malah songong, bengeng!"
"Lo ngga ngaca badan Lo udah kaya gala buat ngambil jambu?"
"Lah daripada Lo, dada udah kaya papan pengilesan."
Mereka berdua terus berdebat, sedangkan Agnes dan Ezaah mulai mengerjakan tugas yang diberitahu oleh Edo tadi tanpa menghiraukan mereka berdua. Hal ini merupakan hal yang sangat lumrah terjadi diantara mereka berdua. Jadi seluruh murid dikelas pun sudah terbiasa dengan pertengkaran mereka berdua.
***
Mentari terbenam, semua orang dewasa maupun anak-anak yang ada disebuah danau kecil sudah pada bubar. Disekeliling danau terdapat beberapa tanaman dan pohon. Ada berbagai bunga cantik serta kursi-kursi taman yang ada disitu menjadikan daya tarik warga sekitar untuk bersantai di danau itu.
Termasuk Ezaah masih betah berdiri di danau itu. Seolah tak pernah bosan melihat aneka bunga cantik yang ada ditaman itu. Ezaah setiap pulang sekolah,selalu mengunjungi danau ini sebelum pulang ke rumahnya.
"Ezaah?" Terdengar suara seseorang yang sangat akrab dengan Ezaah.
"Zio? Kenapa Lo disini?" Ezaah bingung melihat kehadiran Zio yang tiba-tiba.
"Gue yang harusnya tanya ke Lo, ngapain Lo dikawasan komplek rumah gue? Komplek Lo kan jauh dari sini." Memang benar danau kecil itu adalah buatan komplek perumahan Zio.
"Oh." Ezaah duduk dikursi danau yang berada tak jauh darinya. Diikuti oleh Zio.
"Lo ngga balik?" Tanya Zio memecah keheningan. Zio mengeluarkan sesuatu didalam ranselnya.
"Nggak" Ezaah mengambil buku di ranselnya dan langsung membacanya.
"Nih minum.." Zio memberikan air mineral yang masih disegel ke Ezaah. Ezaah hanya melirik air mineral tersebut. Tanpa mengambilnya, Ezaah melanjutkan membaca bukunya. Zio seolah telah terbiasa dengan sikap ezaah, lalu memasukkan kembali air mineral nya ke dalam tasnya.
"Za, lo baca buku apaan?"
"Biologi"
"Oh, Lo suka bunga ya?"
"Ya"
"Kalo yg tadi bunga apa za?" Zio menunjuk sembarang bunga-bunga yang ada disekitarnya.
"Banyak"
"Deskripsiin dong"
Ezaah menatap Zio dengan wajah datar. Permintaan Zio membuat Ezaah jenuh dan ilvil kepadanya. Ezaah membutuhkan konsentrasi, tapi Zio sengaja mengganggunya. Dan Ezaah tidak suka diganggu saat membaca.
"Kayanya Anda bisa baca buku deh tanpa harus saya jelasin." Ezaah menatap Zio dengan tatapan tajam. Tak lama Ezaah melanjutkan membaca lagi.
"I-iya sorry deh."
Ezaah terus membaca dan menghiraukan Zio yang disampingnya.
"Gagal lagi deh. Dasar cewek apatis! Tapi tenang, gue orangnya pantang menyerah!" Batin Zio.
Zio berpikir sejenak. Ia sedang memilah-milah topik pembicaraan yang menarik. Akhirnya muncul suatu ide dikepala Zio.
"Za, bapak gue polisi. Dia serem banget." Zio mulai bercerita tentang keluarganya.
"Oh" respon Ezaah membuat Zio tak menyerah.
"Dulu waktu kecil gue sering dipukulin sama dia. Salah sedikit dipukul. Ibu gue aja dipukulin. Gue benci banget sama dia..."
"Oh"
"Dia jahat kan za?"
Ezaah menutup bukunya, "bapak anda polisi kan?" Ezaah menatap Zio dengan tajam.
"Eh iya.." pertanyaan Ezaah membuat Zio terkejut.
"Setau saya, penjahat itu nggak akan jadi polisi." Ucap Ezaah dengan nada dingin.
"Lagian di dunia ini, yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat."
Zio terkejut mendengar perkataan Ezaah. Baru pertama kalinya bagi Zio setelah 2 tahun, Ezaah berbicara sebanyak itu padanya. Mungkin itu adalah tahapan awal untuk Zio mengenal lebih jauh tentang Ezaah.
"B-bener juga sih Lo za"
Ezaah kembali membaca bukunya lagi. Sedangkan Zio berpikir sejenak. Zio mengambil kesimpulan bahwa ucapan dan perkataan Ezaah dewasa dan logis. Selama ini Zio telah banyak menganalisis para cewek-cewek, tapi type Ezaah lah yang membuat Zio penasaran selama 2 tahun belakangan. Sedikit pun Zio belum tau rahasia tentang Ezaah. Ezaah sangat ahli ternyata menyimpan rahasia, menurut Zio. Tiba-tiba terlintas ide cemerlang dikepala Zio.
"Gue ngga akan nyerah buat teliti Lo za"
***
"Darimana aja kamu?" Tanya seorang pria dewasa dengan rahangnya yang tegas dan kulitnya yang kecoklatan.
Zio menatap orang itu dengan malas. Zio tidak menghiraukan ucapan orang itu, dia langsung menaiki tangga menuju kamarnya.
"Hey kamu tuli yah?!"gerentak pria itu, sedangkan wanita yang ada disampingnya hanya terdiam.
"Bukan urusan Anda." Zio berkata dengan nada dingin disertai dengan tatapan yang tajam. Zio langsung menutup pintu kamarnya dengan suara hentakan yang keras.
"Tuh liat anak kamu! Makin liar! Makanya didik anak kamu yang bener!" Ucap pria itu ke wanita disampingnya. Wanita itu hanya bisa menunduk. Wajah cantiknya terlihat ketakutan.
Pria itu pergi ke kamarnya meninggalkan wanita itu. Setelah melihat pria itu masuk ke kamar, wanita itu langsung menyambar mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauknya dan air putih.
Tok tok tok.
Wanita itu mengetuk pintu kamar Zio dengan memegang nampan yang berisi sepiring nasi dan air.
Zio membiarkan wanita itu masuk dan langsung makan sepiring nasi itu.
Suasana hening menyelimuti mereka. Hanya suara kecil yang sedang makan. Akhirnya, wanita itu angkat bicara.
"Van, seharusnya kamu jawab pertanyaan papa kamu. Kamu kan tau dia itu..."
"Apa sih ma! Jangan jadiin itu alasan yang buat dia kasar. Dia juga ngga pernah peduli sama aku ma dari aku kecil. Dia sering pukulin mama. Aku benci dia!"
Mama Zio tertegun mendengar ucapan anaknya. Ia merasa telah gagal membuat anaknya itu menjadi yang diharapkannya. Hatinya sangatlah lemah. Air pun mata lolos dari matanya yang sayu.
Melihatnya, Zio menghentikan makannya. ia langsung mengusap air mata dan berusaha untuk menenangkan mamanya. Ia merasa bersalah telah membentak mamanya.
"M-maafin ovan ma. Ovan terlalu emosi."
Mama Zio pun berhenti menangis dan tersenyum kembali. Terlihat senyumnya itu terpaksa.
"Papa kamu tuh sebenarnya baik Van." Ucap mama Zio
"Setau saya, penjahat itu nggak akan jadi polisi" Tiba-tiba Zio teringat ucapan Ezaah tadi.
"Iya Ma, ovan tau itu ma. Sekarang Mama mending istirahat ya." Walaupun Zio sangat membenci papanya, tapi dia sangat menyayangi mamanya itu.
Mama Zio mengangguk dan Zio mengantar mama nya sampai didepan pintu kamar orangtuanya. Didalam kamar itu ada papa Zio, Zio memutuskan untuk langsung ke kamarnya. Karena jika ketemu papanya itu, Zio sulit menahan diri. Entah sampai kapan Zio terus melarikan diri dari papanya itu. Zio butuh waktu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar